satunusantaranews, Jakarta – Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti meminta pemerintah memperhatikan 8 hal penting dalam sektor properti. Delapan sektor penting itu mulai dari Realisasi program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) hingga berbagai kemudahan dalam bidang properti kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
“Sektor Properti sangat penting, mengingat sektor ini memiliki peran strategis untuk meningkatkan pertumbuhan 175 industri terkait. Di mana 38 sektor terkait langsung dan 137 sektor tidak terkait langsung. Dan secara nasional mampu menyerap sekitar 30 juta tenaga kerja,” ujar LaNyalla.
Hal tersebut disampaikan LaNyalla saat memberi sambutan dalam pembukaan FGD bertemakan ‘Mendorong Pemulihan Ekonomi Nasional Melalui Sektor Perumahan’, Senin (28/12/2020). LaNyalla hadir secara virtual karena telah memiliki jadwal reses sehingga tidak bisa hadir secara langsung.
Pembukaan FGD ini juga dihadiri oleh Wapres KH Ma’ruf Amin yang bertindak selaku keynote speaker. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat RI Basuki Hadimoeljono, Menteri Agraria dan Tata Ruang RI/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil, Ketua OJK Wimboh Santoso, Ketua Komite IV DPD RI Sukiryanto, Ketua Komite II DPD RI Yorrys Raweyai dan Dirjen Kekayaan Negara Kemenkeu Isa Rachmatarwata serta Ketua Umum DPP REI Totok Lusida.
LaNyalla menyebut, sektor perumahan perlu mendapat perhatian khusus. Apalagi bidang properti menjadi salah satu sektor yang terdampak pandemi virus Corona (Covid-19).
“Pukulan terhadap sektor ini memang sangat dirasakan di masa pandemi
Covid saat ini. Misalnya, rumah komersial turun berkisar 50 persen sampai 80 persen, perkantoran turun 74,6 persen, mal turun 85 persen, sementara hotel terpukul paling keras dengan penurunan 90 persen,” urai LaNyalla.
Mantan Ketum KADIN Jawa Timur ini berharap agar omnibus law UU Cipta Kerja bisa kembali mendorong industri properti. LaNyalla meyakini Undang-Undang No.11 Tahun 2020 itu bisa mengembalikan geliat pasar properti yang terkena imbas pandemi.
“Karena adanya regulasi baru di pasar premium dalam UU Cipta Kerja di mana WNA diberikan kemudahan dalam membeli apartemen,” kata LaNyalla.
“Dan untuk segmen Masyarakat Berpenghasilan Rendah atau MBR, UU Cipta Kerja mengamanahkan pendirian Badan Percepatan Penyelenggaraan
Perumahan, sehingga membuka peluang tersedianya hunian murah di tengah kota,” imbuhnya.
LaNyalla pun mengulas 8 topik penting dalam sektor properti yang akan dibahas dalam FGD ini. Menurut dia, 8 topik tersebut merupakan harapan para pelaku usaha di sektor properti.
“Kami berharap, dalam kesempatan ini, ke delapan topik tersebut mendapat perhatian dari pemerintah, dalam hal ini kementerian dan lembaga yang hadir dalam FGD kali ini,” sebut LaNyalla.
Adapun 8 hal topik itu pertama adalah Relaksasi untuk Rumah Umum Subsidi bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Kemudian kedua, Realisasi program program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
“Ketiga, Program pembiayaan perumahan untuk ASN, TNI, dan Polri; Keempat, Alokasi anggaran untuk rumah umum subsidi bagi MBR; Kelima, Relaksasi pajak di sektor properti; Keenam, Penurunan bunga Kredit Konstruksi dan Kredit Pemilikan Rumah atau KPR,” terang LaNyalla.
“Ketujuh relaksasi pembayaran bunga dan angsuran pokok konsumen MBR dan yang kedelapan adalah substansi aturan pelaksana Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, agar benar-benar sesuai dengan visi memudahkan investasi dan menciptakan lapangan kerja,” sambung lulusan Universitas Brawijaya tersebut.
LaNyalla pun berharap agar FGD ini melahirkan sebuah gagasan yang dapat bermanfaat bagi sektor perekonomian Indonesia, khususnya dalam bidang properti. Sebab menurut Ketua DPD, di forum ini terjadi kolaborasi dan pertemuan langsung beberapa entitas dan pemangku kebijakan di sektor keuangan dan perumahan serta pertanahan.
“Sehingga sangat tepat apabila FGD kali ini dimuarakan kepada percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional yang saat ini menjadi fokus pemerintah untuk menggerakkan ekonomi dalam negeri,” pungkas LaNyalla.
Sementara itu, Ketua Umum DPP REI menekankan tingginya suku bunga bank komersial, yang tidak mengikuti turunnya suku bunga acuan dari Bank Indonesia. “Suku bunga BI 3,5 persen, seharusnya bank komersial di kisaran 6 persen, tapi faktanya sekarang 12 sampai 13 persen,” pungkas Totok.
Leave a Comment