satunusantaranews, Jakarta – Jaman sekarang, semua orang di dunia menggunakan media sosial. Bahkan muncul istilah-istilah baru seperti oversharing. Tapi sebelumnya mari kita lihat terlebih dahulu data dari datareportal yuk SNNears …
Data menunjukkan, 4,14 miliar orang di dunia menggunakan media sosial hingga Oktober 2020. Angka itu setara dengan 53 persen dari total populasi global. Jumlah pengguna media sosial juga melonjak dalam 12 bulan terakhir. Lebih dari 450 juta orang mulai menggunakan media sosial untuk pertama kalinya sejak Oktober 2019. Penambahan itu setara dengan pertumbuhan tahunan lebih dari 12 persen.
Artinya, rata-rata ada 14 pengguna medsos baru setiap detik. Terdapat 180 juta orang mulai menggunakan media sosial antara Juli dan September 2020, setara dengan rata-rata hampir 2 juta pengguna baru setiap hari. Wadidaww!! Banyak bener gak sih SNNears?
Maraknya penggunaan media sosial juga membuat batas antara dunia maya dengan nyata menjadi bias. Pada akhirnya, berbagi aktivitas atau apa pun secara berlebihan di media sosial dianggap sebagai hal yang biasa, bahkan menarik untuk dilakukan.
Melansir Forbes, Amy Morin, psikolog yang mempelajari fenomena ini, mengungkapkan mengenai kondisi authentic dan oversharing. Dia menyebutkan terdapat garis batas yang sangat tipis antara keduanya. Authentic adalah saat seseorang berani untuk menjadi diri sendiri dan hidup sesuai dengan nilai dan kenyataan.
Mereka yang disebut “authentic” mengetahui batasan di media sosial, termasuk tak mengungkapkan segala hal di dunia maya. Sedangkan oversharing merupakan istilah untuk menyebut seseorang yang menjadikan media sosial layaknya buku diary.
Seseorang bisa terlalu jujur dalam mengungkapkan semua hal di dunia maya. Orang yang terjebak dalam perilaku oversharing di media sosial merasa semua orang harus mengetahui kegiatan dan tindakannya.
Dua istilah ini merujuk pada karakter pengguna medsos dalam membagikan informasi di internet. Setidaknya ada 3 hal yang membedakan perilaku authentic dan oversharing di media sosial.
Pertama, sebaiknya jangan memakai media sosial untuk ajang pembenaran diri usai melakukan kesalahan atau menarik simpati orang lain. Jika SNNears, berbagi pengamalan supaya orang lain bisa belajar dari kesalahan kalian maka itu merupakan bentuk sikap authentic. Namun, apabila membagi informasi soal kesulitan kalian hanya untuk dikasihani maka itu kategori oversharing.
Nahh … yang Kedua, orang dengan sikap authentic membangun hubungan terlebih dulu, termasuk memberikan rasa kepercayaan terhadap orang yang baru dikenal di media sosial. Sementara, oversharing akan langsung memberikan informasi pribadi untuk bisa langsung dekat dengan seseorang hingga mendapatkan rasa keintiman, tanpa membangun kepercayaan.
Dan Ketiga, orang dengan sikap authentic akan berpikir ulang saat akan membagikan rasa cemas atau masalah di media sosial. Dia akan menimbang apakah hal itu akan berdampak ke orang lain, yang ikut merasa cemas dan berpikiran negatif, atau tidak. Sementara, si oversharing tak peduli dengan dampak informasi yang dia bagikan karena ia merasa puas usai mengungkapkan kecemasannya.
Nah, kalau melihat dari penjelasan diatas kesannya oversharing ialah budaya yang buruk bukan? Namun, nyatanya benar. Untuk terhindar dari oversharing di media sosial, ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Berikut ini adalah tips berbagi di media sosial tanpa harus oversharing, seperti dikutip dari laman mashable.
Satu, pastikan informasi yang diunggah di medsos relevan dengan pekerjaan atau orang lain. Fokus pada mereka, yakni orang yang melihat unggahan di media sosial, bukan diri SNNers sendiri. Yang kedua, berpikirlah sebelum berbagi di media sosial. Pikirkan reputasi kaliansetiap kali ingin menuliskan atau mengunggah sesuatu di media sosial.
Tiga dan empat ialah, utamakan berbagi informasi pribadi hanya kepada orang terdekat kalian dan jangan menambahkan lokasi kalian saat berbagi di media sosial. Yang paling penting ialah jangan mengungkap semua rahasia, atau bersikap terlalu emosional di media sosial.
Leave a Comment