Hiburan

Pameran Lukisan Koleksi GNI dan Museum Seni Ketimuran, Moskow Bertema “Zaman Peralihan”

satunusantaranews, Jakarta – Berawal di Rusia, sebuah pameran yang menampilkan sejumlah lukisan yang dibuat sekitar tahun 1950-an hingga 1960-an oleh seniman tersohor di Indonesia. Lalu munculah sebuah gagasan untuk menampilkan karya-karya tersebut di Indonesia. Setelah berkomunikasi antara Indonesia dan Rusia, maka dapat diwujudkan sebuah Pameran Koleksi Galeri Nasional Indonesia dan Museum Seni Ketimuran Moskow bertemakan “Zaman Peralihan”.

Pameran yang dikuratori Asikin Hasan, Sudjud Dartanto, dan Teguh Margono bertemakan “Zaman Peralihan” sebagai bentuk masa transisi peralihan zaman yang dapat ditangkap dari karya seni rupa. Asikin Hasan mengungkap dalam tulisan kuratorialnya, lukisan mengalami pergeseran dari masa ke masa.

 

 

Sebuah lukisan di masa kolonial umumnya menggambarkan keindahan alam yang membangun sebuah narasi alam Hindia yang sama, yaitu tenang, tentram, dan damai. Lukisan tersebut saat ini dikenal sebagai seni lukis Mooi Indie, sebuah lukisan yang di kritik tajam sebagai selera turistik. Tetapi, karena gambar tersebut indah untuk dipandang, gambar tersebut banyak dikoleksi oleh para pejabat tinggi kolonial.

Ketika zaman berganti, cara dalam memandang realitas pun ikut bergeser. Lukisan dengan orientasi keindahan alam sudah mulai ditinggalkan dan beralih ke kehidupan rakyat sehari-hari. Dengan menggambar ketidak berdayaan dari “orang-orang kecil” di tengah kehidupan ekonomi yang keras, terbentur dengan kehidupan modern.

“Kegandrungan pada narasi kerakyatan makin menguat, terutama di era pascakemerdekaan. Di saat yang sama, para pengambil keputusan, dan para petinggi partai politik tengah menempatkan seni dan budaya, serta jargon kerakyatan sebagai cara meraup suara,” ungkap Asikin.

 

 

“Kata ‘rakyat’ adalah lambang menarik untuk ditampilkan pada bendera perjuangan. Oleh sebab itu, sang rakyat yang selama masa kolonial terkatung-katung tak jelas nasibnya, perlu diambil hati dan dihidupkan harapan-harapannya. Saat itulah kita menyaksikan bagaimana upaya memperjuangkan nasib rakyat kecil, berkelindan dengan jargon organisasi partai politik.” Sambungnya.

Menurut Asikin, pada Zaman Peralihan, kita menyaksikan bukan hanya jenis-jenis lukisan berupa wajah, tetapi partai politik pun memainkan lagu oportunisnya, yaitu mempengaruhi, mengajak, dan mempropaganda orang banyak untuk mendukung proyek dan kepentingan ideologinya. Mereka menciptakan organisasi sebagai sayap untuk menjangkau suara terjauh. Semua mengalir begitu saja bersama-sama, dan terhenti setelah peristiwa paling berdarah 1965 itu terjadi. Semua yang mengatasnamakan rakyat tercerai berai.

“Kalangan seniman pun terbawa dalam banyak faksi dan kelompok. Sebagian bahkan terjun ke dalam gelanggang politik. Lukisan dan karya seni rupa lainnya dibakar, dimusnahkan, diselundupkan, dan beberapa selamat di tangan sejumlah kolektor” kata Asikin

 

 

Karya-karya lukisan yang ditampilkan dalam pameran ini rata-rata merupakan potret pascakemerdekaan, menggambarkan potret rakyat kecil dengan berbagai sudut pandang. Karya tersebut dikerjakan dalam periode ’50-an hingga ’60-an oleh para perupa kenamaan Indonesia, yang merupakan periode awal kemerdekaan Republik Indonesia. Dengan kata lain, menandai tahap awal perkembangan seni rupa Indonesia.

“Misalnya lukisan berjudul a Woman with a Basket. Lukisan ini dibuat pada 1961, cat minyak pada kanvas. Karya A. Rustamadji berukuran 93 x 62 sentimeter itu menggambarkan seorang perempuan bertelanjang kaki tengah memikul keranjang. Posisinya yang agak membungkuk, mengisyaratkan beratnya beban di atas pundaknya,” ungkap Asikin.

Seluruh karya dalam pameran ini berjumlah 62 lukisan. 24 lukisan di antaranya merupakan koleksi Galeri Nasional Indonesia dan 38 lukisan merupakan koleksi Museum Seni Ketimuran, Moskow. Terlebih, karya-karya koleksi Museum Seni Ketimuran tersebut sebagian besar telah direstorasi sehingga kondisinya sangat baik. Karya-karya tersebut dipresentasikan dalam sebuah pameran yang disiapkan secara luring, namun disajikan kepada publik secara daring.

“Karya-karya koleksi The State Museum of Oriental Art, Moskow, Rusia, yang sebagian didonasikan oleh Vilen Sikorsky pada museum tersebut, terawat dengan baik. Bahkan, tersebab usia dan kondisinya, sebagian telah direstorasi oleh Irina Solovyova, konservator profesional Rusia. Atas seizin otoritas museum di Moskow, lukisan-lukisan ini direproduksi dari aslinya untuk kemudian bersama koleksi tetap Galeri Nasional Indonesia, dipamerkan secara daring.“ ungkap Asikin.

Pada ruang pameran Galeri Nasional Indonesia, dipajang karya-karya asli koleksi Galeri Nasional Indonesia dan karya-karya reproduksi koleksi Museum Seni Ketimuran Moskow. Karya beserta suasana ruangan pameran tersebut direkam sehingga menghasilkan materi pameran berbasis data dan pengalaman ruang yang kemudian disajikan secara daring di halaman https://galnasonline.id/.

Dari pameran tersebut, publik tidak hanya mendapatkan informasi atau data terkait lukisan, tetapi juga dapat menikmati karya-karya pada pameran tersebut secara virtual interaktif dengan dimensi ruang 360°. Publik juga dapat menjelajah secara mandiri ruang-ruang pameran dan juga memilih karya beserta informasi yang ingin diketahui.

“Pameran ini tidak hanya sekadar menyajikan karya-karya seni rupa kepada publik, melainkan juga ‘menemukan kembali’ karya-karya anak bangsa yang selama ini tersimpan di luar ‘rumahnya’ sendiri.” Ucap Kepala Galeri Nasional Indonesia, Pustanto.

“Galeri Nasional Indonesia mengucapkan terima kasih atas upaya restorasi yang telah dilakukan oleh Museum Seni Ketimuran di Moskow, sehingga kini kita bisa menikmati dengan nyaman dan bangga, lukisan-lukisan bercorak estetika kerakyatan yang berharga bagi bangsa Indonesia,” lanjutnya.

Dengan menampilkan karya-karya tersebut kepada publik, Pustanto berharap informasi ataupun pengetahuan yang didapat mengenai karya seni rupa tersebut dapat diketahui oleh seluruh masyarakat Indonesia. Pameran ini juga diharapkan dapat berperan sebagai sarana media edukasi yang multidisipliner, baik itu dalam bidang seni rupa, sejarah, budaya, sosial, maupun bidang-bidang lainnya. Serta, dapat menjadi media sebagai sarana diplomasi budaya yang semakin mempererat hubungan antar kedua negara, Indonesia dan Rusia.

Leave a Comment
Published by
Kahfi SNN