Pameran “Para Sekutu yang Tidak Bisa Berkata Tidak” Memaknai Koleksi Empat Institusi Seni dengan Kacamata Kesetiakawanan

satunusantaranews, Jakarta -Galeri Nasional Indonesia bersama Goethe-Institut Indonesien akan menjadi tuan rumah Pameran “Para Sekutu yang Tidak Bisa Berkata Tidak” yang bakal dibuka mulai 28 Januari–27 Februari 2022. Acara seni ini menjadi ajang untuk menghadirkan karya koleksi Galeri Nasional Indonesia dalam balutan narasi yang mengulik awal mula koleksi dan menyoroti hubungan interpersonal di antara para seniman.

Pameran ini merupakan bagian dari Collecting Entanglements and Embodied Histories, proyek dialog kuratorial jangka panjang yang diprakarsai oleh Goethe-Institut, bekerja sama dengan empat institusi penting di Thailand, Singapura, Jerman, dan Indonesia: MAIIAM Contemporary Art Museum, Singapore Art Museum, Hamburger Bahnhof (bagian dari Nationalgalerie – Staatliche Museen zu Berlin di Jerman), dan Galeri Nasional Indonesia. Pameran diadakan di setiap negara dengan menampilkan koleksi karya dari keempat institusi tersebut.

Setiap pameran memiliki narasi kuratorial yang berbeda dari masing-masing kurator: Anna-Catharina Gebbers (Jerman), Gridthiya Gaweewong (Thailand), June Yap (Singapura)—dan Grace Samboh (Indonesia) yang merupakan kurator Pameran “Para Sekutu yang Tidak Bisa Berkata Tidak” ini.

Selain koleksi keempat institusi, Pameran “Para Sekutu…” juga menghadirkan pilihan karya dari Museum Seni Rupa dan Keramik - Unit Pengelola Museum Seni dan beberapa koleksi pribadi, serta arsip-arsip bersejarah.

Pameran “Para Sekutu yang Tidak Bisa Berkata Tidak” berangkat dari kerinduan untuk menikmati koleksi Galeri Nasional Indonesia—yang berjumlah hampir 2.000 karya dan baru segelintir yang pernah dipamerkan kepada publik—juga dari ketertarikan untuk menelusuri awal mula koleksi dan institusi ini.

Penjelajahan kuratorial Grace Samboh mencermati dua pameran bersejarah di Galeri Nasional Indonesia, yaitu “Paris-Jakarta 1950-1960” pada 1992 dan “Pameran Seni Kontemporer dari Negara-Negara Non Blok” pada 1995.

Judul Pameran “Para Sekutu yang Tidak Bisa Berkata Tidak” diambil dari salah satu karya yang akan ditampilkan, yaitu Paduan Suara yang Tidak Bisa Berkata Tidak (1997) oleh seniman S. Teddy D. Karya (dalam foto di atas) ini telah diproduksi ulang untuk ditampilkan dalam pameran.

Grace Samboh, peneliti dan kurator menjelaskan, “Saya berharap pameran ini membuka kesempatan seluas-luasnya kepada pengunjung untuk dapat memaknai karya-karya di dalamnya, juga narasi sejarah yang menjadi latarnya.

Sudut pandang kuratorial bukanlah satu-satunya cara untuk melihat karya, praktik seniman, dan peristiwa yang menggugah seniman untuk berkarya. Saya tidak sabar untuk mendengar perspektif yang berbeda dari pengunjung yang hadir, juga bertukar cerita dalam kesempatan yang sudah kami tunggu-tunggu dan rencanakan sekian lama.”

Dr. Stefan Dreyer, Direktur Goethe-Institut Wilayah Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru menyampaikan, “Saya sungguh senang dapat membuka pameran ‘Para Sekutu yang Tidak Bisa Berkata Tidak’ di Galeri Nasional Indonesia secara publik. Ini merupakan pameran keempat dan terakhir dalam proyek Collecting Entanglements and Embodied Histories, di mana GoetheInstitut berperan sebagai mak comblang dan fasilitator di antara keempat institusi seni yang telah bekerja sama dengan erat untuk mewujudkan program ini.

"Saya harap pameran ‘Para Sekutu…’ dapat memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk menikmati dan mengenal karya-karya luar biasa dari koleksi Galeri Nasional Indonesia, Hamburger Bahnhof, MAIIAM Contemporary Art Museum, dan Singapore Art Museum.” Pustanto, Kepala Galeri Nasional Indonesia, menyatakan, “Pameran ‘Para Sekutu yang Tidak Bisa Berkata Tidak’ mengawali program pameran temporer tahun 2022 di Galeri Nasional Indonesia.

Pameran yang melibatkan kerja sama antar lembaga budaya di empat negara ini menjadi media diplomasi tentang karya dan tokoh seni rupa, sekaligus lambang semangat untuk pulih dari masa pandemi. Pameran ini kami harapkan dapat menjadi sumber informasi dan sarana apresiasi seni rupa bagi publik, serta semakin mempererat jejaring seni rupa internasional.

Jangan ragu untuk mengunjungi pameran ini secara luring, karena kami telah menyiapkan dan menerapkan sistem kunjungan yang sesuai dengan protokol kesehatan, sehingga pengunjung dapat mengapresiasi pameran dengan aman dan nyaman.”

Sebelum berkunjung, sesuai dengan protokol kesehatan di masa pandemi Covid-19, pengunjung diwajibkan melakukan registrasi secara daring melalui laman galnas-id.com paling lambat enam jam sebelum jadwal kunjungan.

Pengunjung juga dapat melihat jadwal, jam sesi, serta kuota kunjungan yang tersedia. Pameran berlangsung pukul 10.00-19.00 WIB setiap hari (tutup pada hari libur nasional), dengan dibagi menjadi beberapa sesi kunjungan. Pengunjung dapat mengakses info lengkap seputar karya dan narasi pameran dengan memindai kode QR yang tersedia di area pameran, juga mendengarkan panduan audio dengan gawai pribadi.

Pameran berdurasi lima minggu ini mencakup tur kuratorial terjadwal bersama kurator pameran Grace Samboh, juga serangkaian program publik daring dan luring untuk berbagai kelompok usia.

Penulis: Didit/ Bambang Tjoek
Editor: Nawasanga

Baca Juga