satunusantaranews, Jakarta – “Membangun Desa dari Pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan Desa dalam kerangka negara kesatuan”, merupakan poin ketiga dari Nawa Cita Presiden Jokowi. Tapi tentu, pembangunan tidak akan memiliki arah yang tepat bila tidak berdasarkan dengan data akurat dan benar. Karena seyogyanya, data merupakan nafas pembangunan itu sendiri.
Ikuti Berita dari Badan Pusat Statistik
Lalu, apakah ada data mengenai kewilayahan, khususnya di desa yang dapat digunakan sebagai pengiring kebijakan pemerintah baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat? Ternyata ada. Data kewilayahan mengenai desa telah dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistik sejak tahun 1980, yang dilaksanakan rutin sebanyak 3 kali dalam kurun waktu 10 tahun sekali yang dinamakan Pendataan Podes (Potensi Desa).
Baca juga: Ketua DPD RI Minta Pemprov Atasi 96 Desa Tertinggal di Banten
Dan 10 Desember 2018, Badan Pusat Statistik merilis data Potensi Desa (Podes) terakhir. Hasil rilis Podes tersebut menunjukkan terjadi pengembangan wilayah administrasi setingkat desa di Indonesia. Bila sebelumnya di tahun 2014, terdapat 82.190 jumlah administrasi pemerintahan setingkat desa, di tahun 2018 tercatat mengalami kenaikan menjadi 83.931. Selain itu, data Podes juga mencatat berbagai hal seperti Indeks Pembangunan Desa, jumlah Desa Rawan Bencana Alam atau Pencemaran, dan sebagainya.
Data Podes ini adalah data yang menarik untuk ditelaah lebih lanjut, terutama untuk pemerintah yang ingin memajukan wilayah pinggiran Indonesia (desa). Karena Podes ini data yang kaya informasi serta patut dijadikan sebagai tiang dalam menyusun kebijakan.
Lantas, seberapa penting data tersebut untuk pembangunan desa? Mari kita telaah lebih jauh Data Podes ini.
Sejarah Pendataan Podes
Sejak tahun 1980, pengumpulan data Podes sudah dilaksanakan oleh BPS sebanyak 3 kali dalam kurun waktu 10 tahun. Pendataan Podes sendiri sebenarnya dimaksudkan sebagai Sensus untuk mendukung kelancaran pelaksanaan sensus lainnya.
Seperti pada tahun berakhiran “1” (1981, 2001, 2011), pendataan Podes dilaksanakan untuk mendukung Sensus Pertanian yaitu identifikasi wilayah konsentrasi usaha pertanian menurut sektor dan subsektor.
Pada tahun berakhiran “4” (1984, 2004, 2014) Podes dilaksanakan untuk mendukung Sensus Ekonomi dalam rangka identifikasi usaha.
Dan tahun berakhiran “8” (1988, 2008, 2018), Podes dilaksanakan untuk mendukung Sensus Penduduk yaitu untuk identifikasi wilayah permukiman baru.
Meskipun namanya adalah Potensi Desa (Podes), tetapi Podes tidak hanya mengumpulkan data di tingkat desa melainkan di keseluruhan administrasi pemerintah, seperti Kelurahan, Jorong dan Nagari (seperti di Sumatera Barat), UPT (Unit Permukiman Transmigrasi), SPT (Satuan Permukiman Transmigrasi), Kecamatan, Kabupaten dan Kota.
Pengumpulan datanya dilakukan secara Sensus (bukan survei) sehingga seluruh administrasi pemerintahan tersebut didatangi satu per satu oleh Petugas Sensus yang telah diberikan pelatihan secara berjenjang.
Apa saja Isi Kuesioner Podes?
Pendataan Potensi Desa yang mengambil unit analisis adalah Desa/Kelurahan (dan juga wilayah administrasi pemerintah lainnya) menggunakan Metode Kuantitatif dalam pengumpulan datanya, yaitu Petugas Pencacah (istilah yang digunakan oleh BPS untuk menyebut enumerator) mendatangi Desa/Kelurahan dan mewawancarai Kepala Desa, Sekretaris Desa atau perangkat desa lainnya yang berkepentingan menjawab pertanyaan dalam kuesioner. Dan pada tahun 2018, Pendataan Podes berlangsung di bulan Mei.
Untuk Isian Kuesioner Podes selalu ada perkembangan di tiap kali pencacahan, meskipun bukan perubahan yang drastis. Karena BPS perlu melihat dari sisi perkembangan kewilayahan secara panel. Untuk kuesioner Podes 2018, terdiri atas 18 blok pertanyaan yaitu 1) Keterangan Tempat, 2) Keterangan Petugas dan Narasumber, 3) Keterangan Umum Desa/Kelurahan, 4) Kependudukan dan Ketenagakerjaan, 5) Perumahan dan Lingkungan Hidup, 6) Bencana Alam dan Mitigasi Bencana Alam, 7) Pendidikan dan Kesehatan, 8) Sosial Budaya, 9) Olahraga dan Hiburan, 10) Angkutan, Komunikasi, dan Informasi, 11) Penggunaan Lahan, 12) Ekonomi, 13) Keamanan, 14) Keuangan dan Aset Desa, 15) Penggunaan Dana Desa, 16) Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa/Kelurahan, 17) Keterangan Aparatur Pemerintahan Desa/Kelurahan, 18) Modul.
Manfaat Data Podes
Meskipun penyelanggaraan Podes awalnya ditujukan sebagai framing untuk kegiatan Sensus lainnya (Sensus Pertanian, Sensus Ekonomi, dan Sensus Penduduk) namun ternyata Sensus kewilayahan satu-satunya yang dimiliki negeri ini banyak menyimpan harta karun untuk di-eksplorasi lebih lanjut.
Memotret potensi wilayah yang ada di seluruh Indonesia, data Podes menjadi primadona akan informasi yang begitu luas. Bagaimana tidak, Indonesia yang merupakan Negara multietnis, terdiri atas 17.504 pulau (Data Jumlah Pulau Tahun 2016) dengan 83.931 Desa/Kelurahan.
Untuk kemudian “dijembrengi” muatan yang ada di dalam Desa/Kelurahan tersebut seperti Produk Unggulan yang dimiliki Desa/Kelurahan, keberadaan Potensi Bencana Alam, keberadaan Pariwisata, keberadaan Sekolah, keberadaan Puskesmas hingga keberadaan Tindakan Kriminal. Bukannya itu data yang unik? Pemerintah bisa mengetahui kekurangan dan kelebihan masing-masing Desa, untuk kemudian menyusun program yang tepat sasaran.
Lalu bagaimana apakah sudah ada yang memanfaatkan Data Podes ini? Jawabannya Ya, Kementerian Keuangan telah menggunakan Data Podes untuk menyusun IKG (Indeks Kesulitan Geografis) sebagai Dasar Pembagian Dana Desa.
Dari data Podes juga diolah untuk penyusunan IPD (indeks Pembangunan Desa) 2018 yang mengkategorikan desa ke dalam 3 status yaitu Tertinggal, Berkembang, dan Mandiri. Begitu pula Pemerintah Daerah, yang kerap berkerjasama dengan BPS untuk mengevaluasi programnya menggunakan data Podes.
Namun begitu, masih banyak evaluasi untuk Podes sendiri, karena banyaknya kebermanfaatan informasi di dalamnya. BPS patut lebih meninggikan kualitas datanya, bila memang dirasa kuesionernya terlalu kompleks. Dan akan lebih baik bila dipilah secara tepat mana yang lebih banyak digunakan oleh stakeholder. Namun yang utama tetap operasional di lapangan. Karena tentu beban kuesioner yang semakin tinggi (kompleks) dapat menurunkan kualitas data itu sendiri, karena lelahnya responden menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Selain itu, untuk menampilkan data yang berkualitas, BPS tidak bisa berdiri sendiri, terlebih data Podes melibatkan aparat Desa/Kelurahan setempat. BPS perlu didukung oleh banyak pihak, pemerintah pusat hingga pemerintah daerah setempat, serta Aparat Desa yang turut responsif menerima kedatangan petugas BPS.
Tahun 2021 nanti BPS kembali akan menyelenggarakan Pendataan Potensi Desa ini, harapannya Data Podes dapat ditingkatkan kualitasnya, agar Pemerintah dapat semakin terarah dalam Menyusun Program Kebijakan terkait wilayah “Pinggiran” sesuai dengan Nawacita Indonesia.
Leave a Comment