Satunusantaranews – Jakarta. Diskusi Sawit Bagi Negeri diadakan di Hotel Akmani, Jl. KH. Wahid Hasyim, No 91, Jakarta Pusat pada hari Rabu (9/1/2019) merupakan diskusi interaktif para pemangku kepentingan usaha kelapa sawit nasional, yang menghadirkan pembicara sebagai narasumber dari berbagai kalangan, untuk memberikan gambaran utuh mengenai keberadaan minyak sawit.
Dan menjamin pemahaman yang benar mengenai keberadaan dan kontribusi minyak sawit, bagi negara, sosial dan lingkungannya. Diskusi Sawit Bagi Negeri mendapatkan dukungan Sponsor dari BPDP Kelapa Sawit dan GAPKI, dengan mitra strategis Media InfoSAWIT dan Majalah Kelapa Sawit. Diskusi yang merangkul para pemangku kepentingan minyak sawit seperti pemerintah, pelaku usaha, periset, organisasi, aktivis sosial dan lingkungan serta pihak lainnya, untuk berdiskusi membangun minyak sawit Indonesia.
Pemberlakuan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) secara mandatori, telah berhasil menyertifikasi lahan kelapa sawit seluas lebih dari 3 juta hektar. Berdasarkan data Kementerian Pertanian RI 2018, sebanyak 467 Sertifikat ISPO, telah diberikan kepada pelaku usaha perkebunan kelapa sawit.
Sementar pada tahun 2018 lalu, minyak sawit mentah berkelanjutan (CSPO) bersertifikat RSPO diperkirakan tembus sebesar 12,43 juta ton, dimana sebesar 52% berasal dari Indonesia atau sebesar 6,5 juta ton, belum lagi yang bersertifikasi ISCC. Sebagai informasi, Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) merupakan sertifikasi mandatori yang diwajibkan Pemerintah Indonesia terhadap pelaku perkebunan kelapa sawit termasuk petani kelapa sawit. Sedangkan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan International Sustainability & Carbon Certification (ISCC) bekerja. Menurut Gabungan Pengusaha Kelapa sawit Indonesia (GAPKI), percaya Indonesia sebagai produsen minyak sawit berkelanjutan terbesar di dunia,
Keberhasilan yang berhasil faktanya tidak hanya melulu dimiliki sektor hulu industri perkebunan kelapa sawit, sektor hilir minyak sawit juga memiliki banyak kemajuan yang cukup signifikan. Misalnya lebih dari 30 juta ton, produk ekspor asal Indonesia berupa produk hilir minyak sawit, dengan produk andalannya Refined Bleaching Deodorized Olein (RBD-Olein).
Keberhasilan yang mampu diraih tersebut, terlepas dari strategi perdagangan Indonesia menggunakan instrumen fiskal, guna menahan laju pertumbuhan minyak sawit mentah (CPO). Sehingga, dalam kurun waktu singkat, Indonesia mampu menumbuhkan industri hulu hingga hilir, dan menjadi jawara minyak nabati dunia.
Strategi pungutan dana CPO Supporting Fund (CSF), yang dikelola Badan Layanan Umum (BLU), Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS), merupakan salah satunya. Melalui BLU BPDP-KS inilah, strategi pembangunan minyak sawit nasional dilakukan, mendorong adanya pertambahan nilai dari minyak sawit mentah (CPO), yang mampu dihasilkan Indonesia.
Menurut Direktur Utama BPDP-KS, Dono Boestami percaya bahwa minyak sawit sebagai minyak nabati terbesar di dunia merupakan bagian dari pembangunan nasional. Pasalnya, melalui pengembangan minyak sawit, maka Indonesia dapat memperbaiki kesalahan di Indonesia.
“Ekonomi yang dihasilkan dari pengembangan minyak sawit, mulai dari perkebunan kelapa sawit hingga produk hilirnya telah memberikan banyak keuntungan bagi masyarakat di Indonesia,” kata Dono keluarga.
Presiden Jokowi juga memberikan apresiasi atas kepercayaan pembangunan industri minyak sawit nasional, dalam kegiatan tahunan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) akhir 2018 lalu, Bahkan, Presiden Jokowi juga mendorong terus bertumbuhnya industri minyak sawit nasional, yang bisa mendapatkan banyak keuntungan di dalam negeri.
Senada dengan Presiden Jokowi, dikatakan Ketua Umum GAPKI, Joko Supriyono, mengenai keberadaan minyak sawit yang terus memberikan kontribusi besar bagi negara dan masyarakat. Salah satunya melalui pengembangan industri turunan minyak sawit sebagai bioenergi, yang juga menguntungkan secara lingkungan.
“Minyak sawit harus terus dikembangkan, memberikan banyak keuntungan bagi pendapatan negara, sosial masyarakat dan lingkungan yang lebih baik,” kata Joko menjelaskan.
Menurut Penasihat senior dari Kantor Staf Presiden (KSP), Abetnego Tarigan, yakin pembangunan minyak sawit di berbagai daerah, juga ditopang dari jumlah partisipasi masyarakat yang terlibat dalam membangun usaha kelapa sawit. Dengan interaksi masyarakat itu, maka usaha minyak sawit berkelanjutan harus berkelanjutan oleh semua pihak.
“Masyarakat harus terus terlibat aktif dalam usaha minyak sawit berkelanjutan, dan manfaat ekonomi untuk kesejahteraan,” tandas Abetnego.
Melalui Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), pemerintah juga sudah melakukan banyak penelitian dan inovasi yang mumpuni, guna memajukan produk hilir di Indonesia. Berbagai hasil penelitian dan inovasi dilakukan BPPT dengan perguruan tinggi, perusahaan dan pihak lain, untuk mengajukan industri hilir minyak sawit.
Menurut periset BPPT, Agus Kismanto, bioenergi berbahan baku minyak sawit sangat potensial untuk dikembangkan sebagai bioenergi. Sebab itu, penggunaan minyak sawit sebagai bioenergi, harus terus berubah, menjadi sumber energi terbarukan. “Bioenergi berbahan baku minyak sawit sangat potensi untuk terus dikembangkan di Indonesia dan dunia,” papar Agus menerangkan.
Senada dengan itu, Ketua Umum Ikatan Ahli Biofuel Indonesia (IKABI), Dr. Tatang Hernas S., juga menyampaikan keberadaan minyak sawit yang sangat potensi untuk dikembangkan sebagai bahan bakar minyak cair. Sebab itu, keberadaan minyak sawit harus didukung oleh semua pihak. “Potensi minyak sawit sebagai bahan bakar minyak cair, sangat besar peluangnya untuk terus dikembangkan di Indonesia,” katanya.
Aplikasi minyak sawit sebagai bahan bakar cair, juga sudah dikembangkan Kis Technology Indonesia, menurut Didik Purwanto, aplikasi teknologi yang sudah berkembang di dunia dan dapat mengembangkan minyak sawit sebagai bahan bakar cair yang sangat potensial. “Kami sudah mulai mengembangkan proyek Bio CNG berbasis minyak sawit di Indonesia,” tukasnya.
Produk Surface Active Agent (Surfaktan) yang berguna bagi pembersih, juga memiliki peluang yang dikembangkan dari minyak sawit. Menurut periset dari Surfactant, Bioenergi Research Center (SBRC) IPB, Dr. Dwi Setyaningsih, minyak sawit sebagai bioenergi juga sangat potensial dikembangkan sebagai surfaktan, dimana aplikasi penggunaannya sangat luas bagi industri pertambangan, industri sabun dan sebagainya.
SBRC-IPB juga mendapatkan dukungan dukungan riset dari BPDP KS, untuk terus melakukan riset berbasis minyak sawit. Bertujuan mengembangkan berbagai produk hijau terbarukan berbahan baku minyak sawit. “SBRC IPB sangat konsen untuk pengembangan surfaktan melalui minyak sawit,” kata Dwi menjelaskan. Sejalan dengan itu, pemerintah juga mendorong peran pasar domestik untuk terus meningkatkan konsumsi minyak sawit dalam negeri melalui program mandatori biodiesel. Pasalnya, sebagai strategi industri, minyak sawit memiliki peluang besar dalam mendulang devisa negara. Sehingga dibutuhkan strategi bersama yang dapat mendorong tumbuhnya kontribusi minyak sawit bagi negara di masa depan.
Menurut Kasubdit Industri Hasil Perkebunan non Pangan, Direktorat Jenderal Industri Agro, Kementerian Perindustrian, Lila Harsyah Bakhtiar, ST, MT, keberadaan industri turunan minyak sawit harus mendapat dukungan semua pihak, agar pengembangan industri minyak sawit terus berjalan. “Sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia, industri turunan minyak sawit harus terus dikembangkan di Indonesia,” paparnya.
Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI), MP Tumanggor, juga menjelaskan keberadaan industri biodiesel Indonesia, menurutnya masalah besar masih melanda industri lantaran produksi masih jauh dari kapasitas industri. Sebab itu, APROBI mendorong konsumsi konsumsi biodiesel lebih besar di Indonesia. “Kami berharap konsumsi biodiesel bisa meningkat di Indonesia, seperti mandatori B30 diharapkan segera terealisasikan,” ujar MP Tumanggor.
PT Pertamina persero, sebagai perusahaan milik pemerintah yang membantu pendistribusian dan penjualan biodiesel, juga memiliki peran penting terhadap kemajuan industri biodiesel nasional. Menurut Manager Operasional Supply Chain, Direktorat LSCI PT Pertamina (persero), Gema Iriandus Pahalawan, keberadaan biodiesel minyak sawit, membantu menunjukkan pasokan bahan bakar nasional. “Biodiesel berbahan baku minyak sawit sangat membantu mengumpulkan bahan bakar biodiesel,” katanya.
Guna mencapai tujuan pembangunan nasional (SDGs), industri minyak sawit dapat menjadi tumpuan bersama, mengajukan permohonan industri minyak sawit di masa depan. Sebab itu, sinergi mendorong antar pemangku kepentingan yang dibutuhkan, guna tumbuhnya bisnis minyak sawit yang selaras dengan kehidupan sosial masyarakat dan lingkungan sekitarnya. (zi / md: foto ist)
Leave a Comment