satunusantaranews, Jakarta – Kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang menonaktifkan status 622.986 warga miskin sebagai peserta BPJS. Fimana masyarakat masih banyak yang mengandalkan atau bergantung pada BPJS gratis atau PBI. Dinilai tidak bijak dan sangat disayangkan penonaktifan BPJS bagi warga miskin tersebut. Hal itu akan menyulitkan mereka dalam mengakses layanan kesehatan.
“Terlebih kondisi masyarakat saat ini belum sepenuhnya bebas dari keterpurukan ekonomi,” ujar Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti (20/1).
BPJS sangat membantu warga miskin, sebab, sebagian besar warga tidak memiliki tabungan yang bisa digunakan untuk membayar layanan kesehatan. Dan penonaktifan kepesertaan BPJS tentu saja kurang bijak. Apalagi keputusan pemerintah dilakukan secara sepihak, tanpa sosialisasi dan koordinasi terlebih dahulu.
“Harusnya ada sosialisasi dahulu kepada masyarakat miskin. BPJS merupakan satu-satunya harapan mereka ketika sakit,” tutur LaNyalla.
Menyikapi permasalahan ini, dirinya meminta Pemprov Jatim menyiapkan solusi jangka pendek bagi masyarakat miskin yang sedang menjalani perawatan kesehatan. Harus dipikirkan oleh Pemprov, masyarakat miskin yang saat ini sedang dirawat di rumah sakit. Supaya mereka tidak bingung membayar biaya layanan kesehatan. Jangan sampai menambah beban bagi mereka, ujarnya mengingatkan.
Selanjutnya perlu dicarikan juga solusi jangka menengah atau disarankan adanya pengalihan ke pembiayaan BPJS Kesehatan PBPU/BP (Pekerja Bukan Penerima Upah/Bukan Pekerja) yang dibiayai kabupaten/kota atau PBI JK (Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan) dari APBN. Disamping sebaiknya dianggarkan tersendiri dari APBD Jatim untuk pembayaran iuran BPJS Kesehatan warga miskin atau tidak mampu,” tuturnya.
Leave a Comment