satunusantaranews, Sekadau – Penyematan gelar kehormatan diberikan kepada Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, saat ke Kerajaan Kusuma Negara Sekadau, Kalimantan Barat (29/10), dengan gelar Pangeran Jaya Sukma Dilaga.
LaNyalla didampingi sejumlah Senator di antaranya Andi Muhammad Ihsan (Sulsel), Erlinawati dan Sukiryanto (Kalbar), juga Staf Khusus Ketua DPD RI, Sefudin Syaifuddin. Selain hadir juga Bupati Sekadau Aron, Sekda Mohammad Isa, Kapolres Sekadau AKBP Kayuswan Tri Panungko, Wakil Ketua DPRD Sekadau Zainal, jajaran Forkopimda Sekadau, Ketua Dewan Adat Dayak Kabupaten Sekadau Welbertus Willy. Serta Ketua Tim Pokja Kerajaan Nusantara Yurisman Star dan Sekjen MAKN Raden Ayu Yani Wage Sulistyowati Koeswodidjoyo.
Disambut atraksi dari Perguruan Silat Rajawali Putih Sekadau dan Tari Adat Melayu oleh Sanggar Lawang Kuari, yang biasa digunakan pihak kerajaan untuk menyambut tamu agung. Dan saat memasuki Balai Rung Sari Keraton Kusuma Negara Sekadau, LaNyalla mengikuti prosesi adat injak telur.
Pangeran Kusuma Negara Abang Mohammad Firman, yang membacakan titah Raja Kusumanegara Sekadau, Pangeran Agung Sri Negara II Gusti Muhammad Effendi, yang tertuang dalam surat bernomor 35/MKMS-IKMS/X/2021. Raja Kusuma Negara Sekadau memberikan gelar kekerabatan Kusuma Negara kepada AA LaNyalla Mahmud Mattalitti bergelar Pangeran Jaya Sukma Dilaga.
Gelar itu mencerminkan kekuatan dan kebesaran yang senantiasa bersatu. Kami meminta untuk dijaga marwah yang melekat padanya. Semoga Allah meridhoi.
Menurut Pangeran Kusuma Negara, pemberian gelar tersebut telah melalui musyawarah dengan para sesepuh Kerajaan Kusuma Negara. Sebagai simbol penyematan gelar, LaNyalla dipakaikan peci dan disematkan pin Kerajaan Kusuma Negara.
LaNyalla mengaku sangat terhormat dengan gelar yang didapatnya. Terima kasih atas penyambutan kepada kami, DPD RI. Terima kasih yang sebesar-besarnya atas penganugerahan gelar kepada saya. Saya diangkat jadi kakak beliau (Raja Kusuma Negara), maka saya panggil Adinda.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menilai sudah seharusnya Kerajaan dan Kesultanan Nusantara dilibatkan langsung dalam proses pembangunan bangsa. Pasalnya, entitas civil society seperti Kerajaan dan Kesultanan mempunyai jasa besar dalam proses lahirnya bangsa dan negara.
Dengan alasan tersebut, ditegaskannya siap memperjuangkan amanat para Raja dan Sultan Nusantara yang diberikan kepadanya saat Deklarasi Sumedang, dan termaktub dalam 7 Titah Raja dan Sultan Nusantara.
Baca Juga: LaNyalla: Perlu Keberanian Koreksi Kelemahan Tata Negara Indonesia
Sumbangsih Kerajaan dan Kesultanan Nusantara sebagai bagian dari proses lahirnya bangsa ini tidaklah kecil. Baik dukungan moril dan materiil. Maka tidak berlebihan bila saya, dan seharusnya kita semua, menyebut bahwa Kerajaan Nusantara adalah salah satu pemegang saham utama negeri ini.
Jauh sebelum Sumpah Pemuda, ada banyak momentum atau tonggak sejarah kesadaran Indonesia sebagai sebuah bangsa. Ada tonggak berdirinya Budi Oetomo di tahun 1908. Ada Sarikat Dagang Islam di tahun 1905. Dan jika ditarik mundur lagi ke belakang lebih jauh lagi, ada banyak tonggak sejarah bangsa seperti era perlawanan Cut Nyak Dien terhadap Belanda, hingga perang Diponegoro atau Perang Jawa di tahun 1825 hingga 1830, lanjutnya.
Di era Kerajaan dan Kesultanan Nusantara, sejarah mencatat perlawanan sejumlah Kerajaan dan Kesultanan Nusantara kepada VOC di masa itu. Seperti pertempuran melawan Belanda di Bali yang melibatkan kerajaan Buleleng, Karangasem serta Klungkung.
Selain itu, ada Kerajaan Mataram di Era Raden Mas Said dan Pangeran Mangkubumi juga melakukan perlawanan terhadap VOC. Begitu pula perlawanan Kerajaan Gowa-Tallo di Makassar, Banten, Riau, Maluku, Aceh, dan banyak lagi.
Hal yang juga dialami Kerajaan Sekadau, yakni ketika Panembahan Gusti Akhmad Sri Negara dinobatkan naik tahta, tetapi oleh Belanda, panembahan beserta keluarganya justru diasingkan ke Malang, Jawa Timur, karena dituduh telah menghasut para Tumenggung untuk melawan Belanda, paparnya.
Meski tidak semua mencatat kemenangan, tetapi secara hakekat, perlawanan-perlawanan tersebut adalah cikal bakal spirit kedaulatan sebagai sebuah bangsa. Spirit inilah yang kemudian menjadi ilham dan inspirasi dalam melahirkan pejuang-pejuang kemerdekaan di tanah Nusantara ini.
Kesimpulannya sumbangsih Kerajaan dan Kesultanan Nusantara sangat konkret dan tidak bisa dihapus dari sejarah. Belum lagi soal peradaban Indonesia yang unggul. Ini semua karena mewarisi banyak tradisi, nilai-nilai luhur dan adiluhung dari Kerajaan dan Kesultanan Nusantara, tegasnya.
Oleh karena itu, sangat tidak adil jika Kerajaan dan Kesultanan Nusantara tidak bisa terlibat dalam menentukan wajah dan arah perjalanan bangsa. Sangat tidak adil karena hanya partai politik yang menjadi penentu wajah dan arah bangsa.
“Karena itulah saya juga kemudian menyuarakan Amandemen Konstitusi ke-5. Selain untuk mengubah sistem ketatanegaraan Indonesia juga untuk menggugah kesadaran publik, termasuk kesadaran Pemerintah dan bangsa Indonesia agar memberi penghargaan bagi elemen bangsa yang melahirkan negara ini,” katanya.
Leave a Comment