satunusantaranews, Jakarta – Kita sadar bahwa generasi milenial sangat lekat dengan internet, lebih-lebih media sosial (medsos). Di mana pengguna aktif dari medsos seperti Facebook, Instagram, dan Twitter sebagian besar adalah kalangan anak muda. Inilah yang sangat rentan dijadikan lumbung para oknum penebar virus radikalisme untuk merekrut kadernya. Apalagi, seiring dengan gelombang wabah virus Covid-19, pergerakan oknum penebar virus radikalisme ini kian masif di dunia maya.
Merespons problem tersebut tentu harus dilakukan upaya strategis untuk memberangus virus radikalisme di dunia maya ataupun medsos. Langkah yang dilakukan adalah menggecarkan berbagai program internalisasi-aktualisasi nilai-nilai Pancasila dan moderasi beragama baik itu oleh elemen instansi pendidikan, kementerian agama, tokoh-tokoh agama, maupun organisasi keagamaan.
Bahkan kaum milenial juga turut berperan aktif sebagai aktor ataupun agen menangkal berbagai kelas-kelas online radikalisme yang di masa pandemi ini peredarannya kian marak. Misalnya saja dengan membuat konten di YouTube ataupun menjadi conten creator Instagram yang berkaitan dengan deradikalisasi.
Penanamankan nilai-nilai Pancasila dan moderasi beragama di dunia maya atau medsos tersebut sangatlah penting untuk mengimbangi dominasi suara radikalisme dan intoleransi yang selama ini telah menggunakan dunia maya untuk kepentingan mereka. Contoh kasus yang acap kali terjadi adalah merebaknya dakwah ekstremisme atau takfirisme, di mana ia cenderung menabur benih-benih mengkafir-kafirkan dan melakukan narasi radikalnya melalui medsos.
Seperti yang dikhawatirkan Sukawarsini Djelantik (2019) yang menulis artikel berjudul “Islamic State and the Social Media in Indonesia”. Djelantik mengungkapkan bahwa jaringan Islam radikal mampu menggunakan medsos seperti Facebook, Twitter, dan YouTube secara efektif.
Bahkan ketika media sosial mereka telah diblokir oleh pemerintah sekalipun, kelompok ini masih mampu menggunakan media daring dalam bentuk portal-portal tak bertuan (anonymous sharing portals) untuk mewujudkan agenda mereka yakni menebar virus radikalisme-takfirisme. Ini jelas sangat berbahaya.
Sudah banyak fakta dan data berbicara bahwa selama ini banyak generasi milenial yang terjangkit virus radikalisme akibat tertular dari jaringan Islam radikal tersebut. Tengok saja survei yang dilakukan UIN Syarif Hidayatullah dan UNDP (2017) seperti dirilis CSIS Commentaries (2019), menyimpulkan bahwa kaum milenial yang menggunakan internet punya pandangan yang lebih intoleran dan radikal, dibandingkan mereka yang jarang berselancar di ruang-ruang maya.
Sebanyak 88.5 persen dari 1.859 responden dalam survei tersebut meyakini bahwa pemerintah harus melarang kelompok-kelompok agama minoritas. Survei ini juga menyebutkan bahwa ada 10 persen dari responden mendukung pendirian Negara Islam dan menyetujui penggunaan kekerasan untuk membela agama. Virus radikalisme seperti ini tentunya sangat berbahaya bagi keutuhan bangsa.
Berbagai persoalan ini sebenarnya dipicu oleh gaya komunikasi masa kini yang cenderung lebih memilih internet sebagai sumber informasi tentang agama. Banyak kalangan milenial yang memilih ustadz yang good looking, yang bisa jadi berafiliasi ke dakwah ekstremisme dan takfirisme.
Parahnya kalangan muda acap kali tak memfilter dalam memilih kanal YouTube konten dakwah yang imbasnya memperbesar potensi menjalarnya virus radikalisme yang disebar oleh jaringan Islam radikal. Ingat! Saat ini telah banyak hadir juru dakwah radikal yang lihai memanfaatkan Youtube untuk mendoktrin pemahaman masyarakat internet, utamanya kalangan anak muda.
Oleh karena itu, menjadi penting memberangus lumbung-lumbung virus radikalisme dengan jalan mengukuhkan pondasi karakter Pancasilais dan moderasi beragama dengan segala pengamalannya di kehidupan nyata. Termasuk juga di dunia maya bagi generasi milenial.
Hal tersebut tentu tanggung jawab kita semua untuk menyuarakan narasi-narasi damai di ruang-ruang virtual atau medsos. Turut serta menginternalisasikan dan mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila di dunia maya dan juga medsos. Selain meningkatkan kemampuan literasi digital juga turut menebar konten-konten dakwah moderat di internet dan media sosial.
Keterlibatan generasi milenial sebagai satgas pencegahan virus radikalisme di dunia maya sangatlah penting. Milenial yang berjiwa Pancasilais ataupun dai (tokoh agama) yang berwawasan Islam moderat dalam kelas-kelas online melalui medsos bisa memberikan pemahaman yang lebih baik tentang agama dan Pancasila. Harapanya dengan itu semua segala bentuk manuver virus radikalisme ataupun kelas-kelas online radikalisme dapat kita tangkis, sehingga akan terwujud generasi bangsa yang cinta damai. Teruslah kawal jalan damai ini.
Leave a Comment