Nasional

Peran Masyarakat dan Pemerintah Jadi Substansi Bahasan RUU Penanggulangan Bencana

satunusantaranews, Jakarta – Peran masyarakat dan pemerintah menjadi substansi materi RUU tentang Penanggulangan Bencana, demikian jelas Wakil Ketua Komite II DPD RI, Hasan Basri yang tengah melakukan diskusi dengan para pakar CSIS (Centre for Strategic and International Studies), untuk mendapatkan masukan yang komprehensif.

 

Baca juga: DPD RI Mulai Bahas Materi RUU Penanggulangan Bencana

 

“Masukan ini berguna demi kesempurnaan Pandangan dan Pendapat DPD terhadap RUU Penanggulangan Bencana”, kata Hasan Basri dalam Rapat Dengar Pendapat Umum  (RDPU) dalam rangka pembahasan substansi materi RUU tentang Penanggulangan Bencana, yang dilakukan secara virtual di Jakarta (22/9).

 

Baca juga: KLHK Perkuat Kesiapan SAR Bencana Alam dan Kecelakaan Hutan 

 

Menurut Hasan Basri penyusunan RUU yang komprehensif tentang Penanggulangan Bencana tidak dapat berdiri sendiri, melainkan harus terintegrasi dengan undang-undang lain seperti Undang-Undang Penataan Ruang dan Undang-Undang Konstruksi, mengingat pentingnya pemetaan daerah bencana dan rawan bencana yang tidak dapat dihuni dan/atau ketentuan membangun bangunan di kawasan rawan bencana.

 

“RUU Penanggulangan Bencana perlu memuat ketentuan sanksi untuk pejabat yang mengeluarkan izin pembangunan di daerah rawan bencana jika terjadi kecerobohan yang menyebabkan bencana di masa mendatang”, ucapnya.

 

Sementara itu, Anggota DPD RI asal Provinsi Bali, Made Mangku Pastika mengemukakan pentingnya emergency response systems dalam manajemen bencana yang meliputi polisi, pemadam kebakaran, dan mobil ambulan. Emergency response system ini penting terutama di daerah wisata seperti Bali, karena jika aman, maka turis akan datang, terangnya.

 

Di kesempatan yang sama, Muhammad Habib Abiyan Dzakwan, Researcher Disaster Management Research Unit CSIS pun mengatakan dalam draft RUU tentang Penanggulangan Bencana harus komprehensif.

 

Mayoritas substansi peran masyarakat masih berorientasikan sebatas masyarakat sebagai terdampak bencana, bukan sebagai pihak yang mandiri, berketahanan, dan berperan aktif.

 

“Pengaturan mengenai community empowerment masih terbatas seperti pentingnya asuransi, pelatihan dengan mengakomodasi kearifan lokal, membangun ketahanan masyarakat masih kurang dan sangat terbatas”, ujarnya.

 

Sehingga hal yang perlu dimasukkan pemerintah dalam substansi RUU tentang Penanggulangan Bencana adalah adanya komitmen politik Pemerintah Daerah. Contohnya adalah wajib mengutamakan manajemen bencana pada Kepala Daerah Terpilih dan evaluasi berkala ketahanan masyarakat, ucap Dzakwan.

 

Isu lainnya yang menurutnya penting untuk dibahas adalah mengutamakan bencana non alam dan sosial dalam seluruh tahapan bencana,  penguatan worst-case multi-hazard scenario planning, inventarisir data sejarah kebencanaan dan kearifan lokal di tiap daerah, konsolidasi kemitraan dan ketangguhan public-private dalam mitigasi dan pencegahan bencana, serta penguatan kapasitas aktor penanggulangan bencana di Indonesia dalam merespon misi/diplomasi bencana di luar negeri.

 

“Jadi penting juga bagaimana para pejabat, menteri, kepala daerah untuk memberikan contoh baik kepada masyarakat dalam menanggulangi bencana, seperti foto memakai masker saat bencana Covid ini dan memakai bahasa lokal agar masyarakat di daerah mengerti”, tutupnya.

Leave a Comment
Published by
disa snn