satunusantaranews, Jakarta – Permohonan atas pengujian beberapa pasal pada Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi oleh PT. Musica Studios menuai beragam keberatan dari para pencipta, pelaku pertunjukan, dan penyanyi. Menyikapi permohonan pengujian beberapa pasal tersebut, organisasi profesi musik mengadakan audiensi dengan Plt. Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Ir. Razilu, M.Si, CGCAE (10/12).
Seperti diketahui, PT Musica Studios membuat permohonan pengujian terhadap pasal 18 dan 30 Undang-Undang Hak Cipta kepada Mahkamah Konstitusi (MK). Pada prinsipnya pasal-pasal yang dimohonkan untuk diuji tersebut memuat jangka waktu kepemilikan hak cipta atas lagu.
Permohonan tersebut meminta hak ekonomi lagu tidak kembali ke pencipta dan pemegang hak terkait setelah 25 tahun diciptakan seperti yang saat ini diatur dalam UU Hak Cipta. Namun perlu diketahui latar belakang lahirnya pasal 18 dan 30 Undang-Undang Hak Cipta didasarkan untuk membela hak-hak pencipta yang sebelumnya terikat pada perjanjian tanpa batas waktu atau jual putus.
Sebelum adanya pasal tersebut, pencipta, pelaku pertunjukan, dan penyanyi tidak menikmati royalti dari hasil penjualan lagunya dikarenakan mereka telah melakukan perjanjian tanpa batas waktu atau jual putus. Oleh karenanya, para pencipta merasa keberatan apabila pasal 18 dan 30 UU Hak Cipta diuji ulang.
Tanpa pasal tersebut, mustahil mereka dapat meninggalkan warisan berupa hak ekonomi karya cipta lagu pada keturunan mereka kelak. Seharusnya pencipta dan pemegang hak terkait melaksanakan prinsip simbiosis mutualisme yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Pada dasarnya pemerintah akan mempertahankan Undang-Undang yang sudah ada, ujar Razilu.
Dalam praktiknya di beberapa negara, antara lain Amerika Serikat, hal ini dikenal dengan Termination Rights atau pembatasan dalam perjanjian atas karya lagu. Dengan dasar itu lahirlah pasal 18 dan 30 untuk membela hak asasi pencipta, pelaku pertunjukan, dan penyanyi. Dan Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 telah mencerminkan keadilan hubungan antara pencipta dan pemilik hak terkait.
“Pasal ini hadir untuk menyeimbangkan posisi pencipta dan pemegang hak cipta,” tutur Candra Darusman selaku Ketua Umum Federasi Serikat Musisi Indonesia (FESMI).
Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual akan mempertahankan pasal tersebut sebagai bentuk pelindungan terhadap pencipta dan pemegang hak terkait dengan pertimbangan latar belakang lahirnya Undang-undang tersebut.
Baca Juga: Plt Dirjen KI Membongkar Sengketa Soal Merek GoTo
Leave a Comment