satunusantaranews, Depok – Saya, Afifah Alia, kandidat Pilkada Kota Depok 2020, calon wakil walikota Depok, atas pelecehan yang saya alami, saya marah, atas lontaran yang telah disampaikan oleh Imam Budi.
Kejadian terjadi pada Selasa 8 September 2020 di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Hari pertama pemeriksaan kesehatan saat pembagian kamar untuk para peserta. Kamar kandidat pilkada Depok bersebelahan.
Dan saat petugas RS menginformasikan kamar saya, tiba-tiba Pak Imam Budi melontarkan ujaran “sekamar sama saya saja bu Afifah.”
Di situ ada Pak Idris yang mendengar, lalu tertawa terbahak-bahak sambil jarinya menunjuk Pak Imam. Saat itu saya merasa geram, saya Afifah Alia, sangat marah, namun saya memilih diam.
Saya sedang mempersiapkan diri untuk pemeriksaan kesehatan yang berlangsung selama dua hari. Tidak ada tim yang mendampingi saya karena peraturan mengharuskan masing-masing paslon tidak didampingi.
Hal ini pun baru saya ungkapkan ketika rangkaian pemeriksaan kesehatan telah selesai saya jalani, dalam perjalanan pulang kembali ke Depok. Tim yang mendampingi saya marah mendengarnya.
Jika itu adalah candaan, sangat tidak pantas candaan itu dilontarkan oleh calon pemimpin kota. Candaan itu menyiratkan ketidakpedulian terhadap perempuan, candaan yang mengandung pelecehan.
Apa maksudnya melontarkan “sekamar sama saya saja bu Afifah” ketika pembagian kamar isolasi bagian dari prosedur pemeriksaan kesehatan paslon. Di Rumah Sakit.
Sebelumnya saya dibully karena tampilan wajah, ber make up dan tidak ber make up, sekarang saya mengalami pelecehan langsung dari paslon lawan, karena saya perempuan!
Saya paham, perempuan ketika menjadi korban tidak berani bersuara, korban membutuhkan dukungan untuk berani menyuarakan suaranya. Sebagai satu-satunya kandidat perempuan, saya berpakaian sopan, menutup aurat, berjilbab. Namun tetap saja masih mengalami hal seperti ini.
Lontaran disampaikan oleh pejabat daerah yang menjadi kandidat pilkada, calon pemimpin kota. Bagi saya ini hal yang sangat tidak pantas, pejabat tapi mesum.
Di PDI Perjuangan Kota Depok, Afifah Alia mengemban jabatan sebagai wakil ketua bidang Perempuan dan Anak. Pada bulan Maret 2020, kami menyelenggarakan kegiatan laporan tahunan kekerasan terhadap perempuan dan anak di kota Depok.
Di situ saya mendengar jelas kesulitan dari stakeholder maupun para pemangku jabatan mengenai isu pelecehan, kekerasan terhadap perempuan.
Pemangku jabatan baik dari kepolisian, maupun dinas dan lembaga terkait di bawah koordinasi pemerintah kota. Saya, Afifah Alia, tahu betul bagaimana korban diperlakukan, saya paham bagaimana penanganan pemerintah kota terhadap korban.
“Sekamar sama saya saja bu Afifah,” lalu cengengesan. Di sana ada Pak Idris yang notabene adalah walikota Depok yang sedang mencalonkan diri kembali dalam pilkada tertawa terbahak-bahak sambil tangannya menunjuk pak Imam Budi.
Mungkin mereka merasa ini adalah hal yang lucu. Saya ingin tahu, bagaimana jika hal ini terjadi pada ibu mereka, istri mereka, atau anak perempuan mereka, apakah mereka akan diam dan tenang-tenang saja? Jika jawaban nya iya, selesai perkara, jelas kita berbeda.
Mereka adalah patriarki yang tidak menganggap keberadaan perempuan bisa dalam posisi yang sama sebagai manusia. Sebagai satu-satunya kandidat perempuan dalam pilkada Depok, saya paham betul tantangan yang saya hadapi.
Belum pernah ada kandidat perempuan di pilkada kota Depok sebelumnya. Dengan Bismillah, atas dukungan keluarga, dan banyak kolega saya mengawalinya. Saya menemukan fakta cibiran yang disampaikan kepada saya, untuk apa perempuan mencalonkan diri di pilkada kota?
Sebelumnya saya dibully mengenai wajah, muka saya antara ber make up dan tidak ber make up. Saya mengenakan pakaian sopan, menutup aurat, berjilbab. Namun masih saja mendapatkan lontaran “sekamar sama saya saja bu Afifah”, bahkan dari Pak Idris saya juga mendapatkan cibiran “kayak artis” yang entah apa maksudnya.
Kita ketahui, pak Idris dan pak Imam selalu berpenampilan alim, namun sungguh saya tidak menyangka penampilan luarnya tidak mencerminkan prilakunya.
Ini seperti wajah kota Depok, dimana kekerasan terhadap perempuan dan anak banyak terjadi, namun di sisi lain pemerintah kota gembar gembor bahwa kota ini baik-baik saja!
Seorang Imam Budi Hartono, 3 periode sebagai DPRD Propinsi, calon wakil walikota merendahkan saya yang seorang perempuan sebagai lawannya. Bukan adu program tapi pelecehan!
Beberapa teman menanyakan, apakah ada saksinya dalam kasus ini. Saya terangkan ada saksinya, termasuk pak Idris sendiri, yang tertawa saat pak Imam melontarkan.
Saya diperingatkan untuk berhati-hati, jangan sampai nanti menjadi tuduhan pencemaran nama baik. Di sini saya menghikmati, betapa sulitnya menjadi korban untuk bersuara, korban selalu dipertanyakan. Tak jarang korban menjadi korban kembali, berulang-ulang.
Saya sampaikan, kasus ini adalah salah satu miniatur persoalan yang ada di Depok. Masih ingat dengan kasus begal payudara yang terjadi di Depok, bahkan menjadi viral secara nasional?
Tidak ada yang mempercayai pengakuan korban, sangat sedikit yang mau mendukung korban, bahkan dikatakan “halah, cuma diremas tete nya aja, kok jadi masalah.”
Bagaimana dengan kasus kekerasan yang menimpa anak-anak sekolah dasar negeri di Depok yang dilakukan oleh gurunya? Oleh pemerintah kota kasus ini “diredam” karena akan mencoreng wajah kota penyandang penghargaan Kota Layak Anak.
Bagaimana dengan pendampingan hukumnya? Bagaimana dengan trauma yang dialami korban? Sudah cukup, korban harus berani bersuara, pemerintah kota harus melindungi warganya.
Di PDI Perjuangan, kami memiliki tim paralegal dan legal, yang konsen memberikan dampingan kepada korban yang mengadu kepada kami. Apakah perlu saya ungkap kasus-kasus lain yang tidak mendapatkan pelayanan semestinya?
Yang saya alami bukanlah apa-apa, jika dibandingkan kasus-kasus lain yang terjadi. Namun saya merasa prihatin, dalam kasus saya justru dilakukan oleh anggota DPRD Propinsi Jawa Barat 3 periode, calon wakil walikota. Santun tapi melecehkan, melecehkan tapi santun.
Dari pernyataan ini, saya siap dengan semua konsekuensi yang akan terjadi kepada saya. Yang saya inginkan adalah permintaan maaf, dan janji untuk tidak mengulangi pelecehan seperti ini kepada saya maupun perempuan lainnya di kota Depok.
Mari kita bersama-sama, tidak lagi merendahkan manusia lainnya. Mari kita bersama-sama melihat perempuan dalam posisi yang setara. Kita semua punya andil untuk menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman tanpa membeda-bedakan agama, sosial, ekonomi dan jenis kelamin.
Pelecehan, baik verbal, fisik maupun psikis harus disudahi, terlebih lagi yang dilakukan oleh pejabat kota. Jangan lagi merendahkan perempuan. Jangan lagi merendahkan manusia.
Leave a Comment