Pola Transmigrasi Berubah, Pengelolaan Lahan Berbasis Teknologi dan Manajemen Modern
satunusantaranews, Surabaya - Pola lama transmigrasi memindahkan penduduk untuk mengelola lahan di tempat baru harus diubah. Kini, pemerintah mematangkan metode baru transmigrasi dengan memastikan para transmigran lebih berdaya dengan formula pengelolaan berbasis teknologi dan manajemen modern.
"Karena yang perlu direvitalisasi bukan hanya pola transmigrasi, tapi juga persepsinya. Makanya ke depan kita ingin ada satu model transmigrasi sesuai kebutuhan zaman," kata Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar, saat Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Transmigrasi di Surabaya (9/3).
Menteri yang akrab disapa Gus Halim ini menambahkan bahwa para transmigran tidak boleh lagi hanya sekadar dibekali cangkul dan sabit sebagai simbol mengolah lahan. Era sudah berubah menuntut para pemangku kepentingan untuk mengubah persepsi tersebut.
Dan yang juga penting, lanjut Gus Halim, adalah pengelolaannya harus berbasis teknologi dan sudah ada gambaran jelas mengenai produksi dan pemasaran produk yang dihasilkan di lahan transmigrasi itu. Konsep yang matang dari hulu ke hilir ini sangat penting untuk memastikan para transmigran mendapat kelayakan hidup di daerah baru sebagaimana filosofi transmigrasi
Lahan transmigrasi akan dikelola secara komunal dan tidak terbatas dua hektare saja. Pengelolaan hulu hingga hilir telah dilakukan hingga nantinya tidak ada lagi lahan transmigrasi yang ditinggalkan (para transmigran) karena tidak cukup menjanjikan masa depan, katanya.
Gus Halim menjelaskan, kebijakan nasional pembangunan dan pengembangan kawasan transmigrasi tahun 2020 hingga tahun 2024 akan difokuskan pada revitalisasi kawasan transmigrasi, sebagaimana amanat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Ada 52 kawasan transmigrasi prioritas nasional yang akan menjadi fokus pemerintah. Kemendes, kata Gus Halim, berkomitmen untuk menuntaskannya demi kesejahteraan masyarakat.
Untuk diketahui, Transmigrasi memiliki sejarah panjang di Indonesia. Tahun 2022 ini program transmigrasi memasuki 72 tahun sejak pertama kali diselenggarakan pada 1950. Sejak itu, program transmigrasi telah mendorong terbentuknya 1.529 desa definitif, 454 kecamatan, 113 ibu kota kabupaten, dan 2 ibu kota provinsi.
Sepanjang rentang itu pula, tercatat setidaknya ada 2,2 juta kepala keluarga yang mengikuti program transmigrasi dan telah ditempatkan di permukiman baru. Target hingga akhir periode adalah terwujudnya 7 kawasan dengan tingkat pengembangan Berdaya Saing, 12 Kawasan Berkembang, dan 33 Kawasan Mandiri.
Gus Halim menambahkan, perhatian lain terkait transmigrasi adalah penyusupan paham radikal yang sudah terjadi di titik tertentu kawasan transmigrasi. Mengutip Majalah Tempo, sebuah kawasan yang belum mapan seperti transmigrasi akan dijadikan sasaran oleh pengasong radikalisme ini. Jadi harus kita antisipasi sedini mungkin paham ini berkembang dan bisa dideteksi.
Kemendes PDTT, kata Gus Halim, akan berkolaborasi mengembangkan kawasan transmigrasi, salah satunya bersama Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat (PPAD) yang diketuai Doni Monardo. Selain itu, Kemendes PDTT juga menggandeng kementerian/lembaga dan organisasi masyarakat seperti Fatayat dan Muslimat Nahdlatul Ulama (NU). Bekerja sama dengan civil society diyakini akan efektif menangkal radikalisme. Sehingga output yang ingin dicapai pada Rakornas Transmigrasi ini lebih jelas, tutupnya.
Komentar