satunusantaranews, Jakarta – SNReaders sebagai masyarakat yang makin maju, semakin kita perlu menempatkan kesehatan mental di tempat yang tepat, yaitu tepat di samping kesehatan fisik! Tidak ada rasa malu ketika ada rasa tertekan, cemas atau menderita masalah kesehatan mental lainnya. Yang penting adalah kita mengakui apa yang kita rasakan dan menemukan cara untuk memulihkan diri kita sendiri. Ok SNReaders, jangan malu ya untuk mengutarakan apa yang tengah dirasakan.
Jadi secara spiritual, tidak perlu terjebak dalam “Toxic Positivity”, di mana kita menyangkal atau memblokir emosi negatif demi meningkatkan Vibrasi dan berpura-pura selalu bahagia. Seseorang yang terjebak dalam toxic positivity akan terus berusaha menghindari emosi negatif, seperti sedih, marah, atau kecewa, dari suatu hal yang terjadi. Padahal, emosi negatif juga penting untuk dirasakan dan diekspresikan.
Seringkali kita mengatakan mengucapkan kalimat yang membandingkan diri dengan orang lain, contohnya, “kamu lebih beruntung, masih banyak orang yang lebih menderita dari kamu”. Melontarkan kalimat yang seolah meremehkan, misalnya mengucapkan kalimat “jangan menyerah, begitu saja kok tidak bisa”.
Ada perbedaan tipis antara menemukan kedamaian, dan apapun situasi kita, selalu tetap positif. Mampu menerima sisi manusia kita sendiri dan membiarkan emosi negatif kita muncul dan terjadi adalah yang terpenting dari Cinta Diri, Kasih Sayang, Pengertian, dan Pengampunan.
Emosi negatif juga valid dan punya tempatnya loh SNReaders, karena mereka memberi tahu kita tentang sesuatu yang dapat kita ubah atau perbaiki dalam hidup kita dengan memberi kontras dalam hidup kita. Ingat… saat keadaan menjadi terlalu sulit, tidak apa-apa untuk mencari dan menemukan bantuan dari orang lain! Kalian tidak sendiri.
So … jangan terjebak yaa SNReaders dengan perangkap menyangkal Emosi dan waspadai “Bahaya dari Toxic Positivity”.
Leave a Comment