Potensi Besar ASF Peternak Babi di Sulut Diminta Waspada
satunusantaranews, Manado -- Merebaknya kembali penyakit yang diduga African Swine Fever (ASF) di beberapa wilayah Indonesia seperti Manokwari dan Berau, Kalimantan Timur menjadi perhatian bagi peternak babi di Sulawesi Utara (Sulut) untuk waspada. Pasalnya, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2020 populasi babi Sulut menempati posisi ke empat terbanyak di tanah air yakni mencapai 400.000 ekor.
Sebelumnya bahwa penyakit ASF pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 2019 melalui daerah Sumatera Utara, wabah tersebut dilaporkan menyebar ke daerah lain. Walaupun tidak bersifat zoonosis atau menular ke manusia, namun virus tersebut sangat ganas karena dapat menyebabkan kematian hingga 100 persen pada babi.
Sifat virusnya yang tahan terhadap lingkungan sehingga media penularnya juga banyak. Selain melalui babi dan produk turunannya, virus ini dapat menular melalui pakan, alat transportasi, pekerja kandang, alat-alat pada kandang dan lain sebagainya.
"Posisi Sulut saat ini sudah terkepung oleh daerah wabah ASF termasuk juga ancaman penyebaran dari negara tetangga kita, Filipina," kata Kepala Karantina Pertanian Manado, Donni Musyidayan Saragih di Manado, Kamis (17/6).
Hal yang sama juga disampaikannya saat menjadi salah satu narasumber pada dialog interaktif bersama RRI Manado. Ia menambahkan bahwa kewaspadaan harus ditingkatkan lagi mengingat masih banyaknya warga Sulut yang menggantungkan ekonominya dari sektor tersebut.
Baca Juga: Tanggapi Keluhan Peternak Ayam, Minta Pemerintah Lindungi
Belajar dari kasus ASF di negara lain, ada beberapa faktor yang menyebabkan masuknya ASF ke Indonesia yaitu pemasukan daging babi dan produk babi lainnya baik impor, domestik dalam negeri. Begitu juga berasal dari sisa katering transportasi internasional baik dari laut maupun udara yang masuk dari negara dan daerah yang sedang wabah ASF kebanyakan tidak dibuang namun diolah kembali menjadi pakan ternak, jelasnya.
Selain Donni, hadir sebagai narasumber Ketua Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Sulut drh. Hanna O. Tioho serta Ketua Asosiasi Peternak Babi Sulut Gilbert Wantalangi. Sehingga langkah efektif dalam mencegah terjadi ASF adalah melalui penerapan biosekuriti dan manajemen peternakan babi yang baik serta pengawasan yang ketat dan intensif juga tentunya kontribusi pemerintah dalam hal ini Karantina Pertanian dan dinas-dinas terkait, kata Gilbert Wantalangi.
"Untuk meningkatkan kewaspadaan, seluruh dinas di kabupaten maupun kota terus aktif melakukan sosialisasi ke peternak babi yang ada di Sulut. Kami juga menghimbau kepada peternak agar membatasi atau melarang masuk ke kandang tamu yang datang dari luar Sulut," jelas Hanna.
Berdasarkan data lalu lintas pertanian dari IQFAST, Barantan, sampai Mei 2021 pengiriman daging babi Sulut ke Jakarta mencapai 500 ton. Dan angka ini meningkat sangat signifikan dibanding periode yang sama di tahun 2020 yang hanya 100 ton saja.
"Hal ini tentu menjadi berkah buat Sulut karena masih bebas dari ASF sehingga dapat menyuplai kebutuhan di Jakarta. Untuk itu, mari kita perkuat kewaspadaan dan sinergisitas semua pihak agar ASF tidak masuk ke Sulut," pungkas Donni.
Komentar