Putusan Mahkama Agung “PALSU” digunakan KPKNL Sita Paksa Harta Pribadi Andri Tedjadharma
Jakarta, satunusantaranews.co.id – Kasus BLBI yang menyeret nama Bank Centris Internasional terus menjadi sorotan publik. Kasus ini sarat akan kejanggalan dari penyelenggaraan negara. Tidak hanya pada era penyaluran dana BLBI 1998 silam oleh Bank Indonesia, dengan adanya rekening rekayasa, tapi juga di era Satgas BLBI yang dibentuk tahun 2021, dengan munculnya salinan putusan kasasi nomor 1688.
Munculnya salinan Putusan Mahkamah Agung (MA) No. 1688K/Pdt/2003, dipenuhi kejanggalan, bukan saja dari segi waktu yang hampir dua dekade, tapi juga dari isi salinan putusan.
Dari kajian mendalam, terdapat sejumlah bukti dan kesaksian yang menguatkan dugaan putusan ini tidak sah dan mengandung manipulasi serius. Berikut adalah rangkuman kejanggalan yang terungkap:
- Penyerahan Relaas yang Tidak Lazim
Proses penyerahan relaas untuk putusan ini memakan waktu hampir dua dekade, sebuah durasi yang tidak masuk akal dalam sistem hukum. Selain itu, terdapat inkonsistensi prosedural, termasuk adanya relaas bernomor 1689K/Pdt/2022, sementara salinan putusan yang diklaim adalah nomor 1688K/Pdt/2003.
- Kejanggalan dalam Isi Putusan
Sedikitnya ada dua puluh kejanggalan mencolok dalam isi putusan, di antaranya:
Tanggal putusan Pengadilan Tinggi DKI yang tidak sesuai.
Penyebutan UU No. 10 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Bengkayang dalam pertimbangan hukum. Undang-undang ini jelas tidak relevan dengan kasus perbankan.
Kesalahan penulisan nama dan detail lainnya yang meragukan otentisitas dokumen.
- Surat Resmi Bantahan Mahkamah Agung
Mahkamah Agung secara resmi juga menyatakan bahwa mereka tidak pernah menerima permohonan kasasi dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) terkait perkara ini. Fakta ini membuktikan bahwa putusan 1688K/Pdt/2003 tidak memiliki dasar administratif di MA.
- Kontradiksi dalam Isi Putusan
Isi putusan yang diklaim menyatakan: Akta No. 46 dan Akta No. 47 dianggap sah dan berharga. Akta No. 46 menyebut adanya promes nasabah PT Bank Centris Internasional senilai Rp492,2 miliar dan jaminan berupa tanah seluas 452 hektar yang sudah dipasang hak tanggungan atas nama Bank Indonesia. Namun, di poin lain, Bank Centris diwajibkan membayar Rp812 miliar tanpa mempertimbangkan aset dan jaminan tersebut. Ini jelas kontradiktif dan menimbulkan pertanyaan besar.
- Pandangan Jamdatun Tahun 2006
Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) pada tahun 2006 menyatakan tidak menemukan unsur pidana dalam kasus Bank Centris Internasional. Berkas BPPN pun dikembalikan kepada Departemen Keuangan untuk penyelesaian secara perdata. Lalu, bagaimana mungkin muncul putusan yang menyatakan pemegang saham melakukan perbuatan melawan hukum?
- Kesaksian Mantan Ketua Mahkamah Agung, Prof Bagir Manan
Prof Bagir Manan, yang namanya tertulis dalam salinan putusan kasasi sebagai Ketua Majelis Hakim, bersama dua Hakim Anggota yakni Dirwoto SH dan Dr Artidjo Alkostar SH, setelah dikonfirmasi juga secara tegas menyatakan, “Itu bukan keputusan saya." Kesaksian dan pernyataan Prof Bagir Manan ini semakin memberikan ketegasan putusan 1688 tersebut memang bukan putusan MA, di mana Bagir Manan tertera sebagai Ketua Majelis Hakim.
Andri Tedjadharma, pemegang saham Bank Centris, menegaskan, salinan putusan No. 1688K/Pdt/2003 yang tidak terdaftar di Mahkamah Agung ini, mengandung banyak kejanggalan yang merusak integritas sistem hukum. Dari proses administratif hingga substansi hukum, semuanya mengarah pada kesimpulan: putusan ini adalah hasil rekayasa untuk tujuan tertentu.
Pertanyaan besar yang harus dijawab adalah: Mengapa putusan ini bisa digunakan sebagai dasar tindakan hukum, sementara otentisitasnya sangat diragukan? Kasus ini bukan hanya soal keadilan bagi Bank Centris, tetapi juga soal kredibilitas lembaga peradilan Indonesia. Apakah negara akan berdiam diri atas manipulasi yang terang-terangan ini ?
Seperti diketahui, Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta, telah melakukan penyitaan harta pribadi Andri Tedjadharma. Penyitaan dilakukan berdasarkan salinan putusan kasasi MA nomor 1688. Dalam penyitaan rumah pribadi Andri Tedjadharma yang berlokasi di Taman Kebon Jeruk, sejumlah petugas KPKNL mendapat penolakan dari Andri Tedjadharma dan kuasa hukumnya I Made Parwata, karena dasar hukum tidak sah
Komentar