satunusantaranews, Jakarta – Rapat Paripurna DPD RI Masa Sidang V Tahun Sidang 2020–2021 secara hybrid pada Jumat (13/8) dipimpin oleh Wakil Ketua DPD RI, Mahyudin. Dan di rapat paripurna itu, Wakil Ketua Komite I DPD RI, Fernando Sinaga menyampaikan berbagai temuan dan aspirasi masyarakat yang diperolehnya ketika melakukan reses di daerah pemilihannya (dapil), Provinsi Kalimantan Utara akhir Juli sampai awal Agustus 2021 lalu.
“Aspirasi yang kami dapatkan dari para stakeholders pertanahan dan tata ruang di Provinsi Kaltara adalah kurangnya semua pihak mengoptimalkan keberadaan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) sebagai upaya mendukung penuh pelaksanaan dan tercapainya target Reforma Agraria. GTRA yang diketuai oleh Gubernur ditingkat Provinsi dan Bupati/Walikota ditingkat Kabupaten/Kota serta beranggotakan dari berbagai sektor, merupakan instrumen untuk membantu reforma agraria yakni memastikan program prioritas pemerintah yang bertujuan mengatasi ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah berjalan di daerah”, ujarnya.
Fernando meyakini keberadaan GTRA dapat menyelesaikan berbagai persoalan pertanahan, tata ruang dan konflik tanah yang berkepanjangan termasuk tuntutan masyarakat mengenai peninjauan HGU dan HTI dilahan yang sudah puluhan tahun ditempati masyarakat. Ia menilai, kesemuanya ini sesungguhnya dapat dimediasi oleh GTRA di daerah.
“Maka dalam kesempatan ini kami berharap DPD RI dapat lebih optimal lagi melakukan pengawasan terhadap GTRA di tingkat nasional dan daerah”, kata Fernando dalam paparannya di rapat paripurna.
Anggota Badan Pengkajian MPR RI ini juga mengkritik lemahnya kolaborasi dan koordinasi Kementerian ATR/BPN dan Kementerian LHK terkait percepatan penyediaan Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) dari kawasan hutan. Penyediaan TORA dari kawasan hutan di Provinsi Kaltara berjalan lambat.
“Saya menduga hal ini juga terjadi di provinsi lainnya. Komunikasi, koordinasi dan kolaborasi antara Kementerian ATR/BPN dan Kementerian LHK agar kegiatan Reforma Agraria yaitu penyediaan TORA dari Pelepasan Kawasan Hutan belum terlaksana dengan baik. DPD RI mendesak adanya kemauan politik Menteri LHK dan Menteri ATR/BPN untuk terus memperbaiki pola komunikasi, koordinasi dan kolaborasinya”, tegas Fernando.
Fernando Sinaga juga mengkritisi lambannya kedua kementerian tersebut dalam menyelesaikan sengketa lahan Kantor Pemerintah Kabupaten Tana Tidung (KTT) yang mendiami lahan milik Inhutani sejak Pemkab Tana Tidung berdiri pada tahun 2007. Pemkab Tana Tidung selama ini membayar sewa lahan kantor pemerintahan KTT sejumlah miliaran rupiah per tahun kepada Inhutani, bahkan Pemkab Tana Tidung diminta Inhutani untuk membeli lahan tersebut senilai 50 miliar lebih.
“Saya bersama Bupati KTT sudah mengadvokasi ini sejak 6 bulan lalu, tetapi belum ada solusi. Saya berharap dimasa sidang berikutnya kasus ini dapat diadvokasi bersama oleh Komite I dan Komite II DPD RI.”, ungkapnya.
Fernando mengatakan, tidak perlu ada jual beli sampai puluhan miliar, seharusnya lahan itu menjadi bagian dari Pelepasan Kawasan Hutan (PKH) sebagaimana telah diatur oleh PP nomor 43 tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin dan/atau Hak Atas Tanah.
Leave a Comment