Satunusantaranews, Jakarta – Komite IV DPD RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) mendengarkan pandangan dan masukan dari masing-masing narasumber, serta bersama akademisi dan praktisi membahas pelaksanaan UU No. 1/2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (18/1).
Akademisi dan praktisi Ahmad Subagyo menjelaskan bahwa akses pembiayaan pada lembaga keuangan mikro tidak naik secara signifikan. Menurutnya dalam waktu 3 tahun hanya terjadi kenaikan sebesar 1%.
“Yang menarik bahwa ternyata yang memberikan akses terbesar kepada usaha mikro, justru koperasi simpan pinjam. Peran LKM dalam memberikan akses permodalan bagi masyarakat pedesaan cukup signifikan,” ucapnya.
Ahmad menilai, pemanfaatan teknologi digital dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan daya saing dari lembaga keuangan mikro. Menurutnya, saat ini pemanfaatan teknologi digital oleh LKM sangat terbatas.
“Saya pikiri ini waktu yang sangat tepat untuk melakukan standarisasi yang berbasis dengan komputer atau aplikasi. Pelatihan berbasis kompetensi terhadap LKM dan membangun kemitraan dengan lembaga keuangan atau permodalan,” imbuhnya.
Sementara akademisi lainnya Martino Wibowo menilai bahwa regulasi mengenai tingginya suku bunga dan banyaknya persyaratan menjadi salah satu hambatan bagi LKM dalam memperoleh pendanaan. Martino juga menilai, terdapat beberapa hambatan lainnya yang dihadapi oleh LKM untuk berkembang.
“Pandemi Covid-19 mengancam keberlangsungan LKM. Terdapat beberapa risiko yang dihadapi LKM di masa pandemi, diantaranya naiknya non performing financing, risiko likuiditas dan reputasi, resiko pasar dan operasional berkaitan dengan penghimpunan dan penarikan angsuran,” jelasnya.
Agar LKM dapat berkelanjutan dan memberdayakan, serta menjangkau banyak pihak, Deputi Direktur LKM Syariah, KNEKS dan Sekjen IMFEA Bagus Aryo menilai LKM tidak perlu dibatasi aset dan wilayah kerja. Seharusnya LKM dibiarkan untuk berkembang besar. Karena menurutnya, dengan semakin besar, cost makin murah, dan bunganya makin murah.
Dalam kesempatan yang sama, akademisi Nurcholis menjelaskan terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam pengembangan LKM. Pertama aspek filosofis, yaitu LKM yang dibentuk berdasarkan semangat UUD 45, belum efektif dalam mencapai tujuan LKM.
Apalagi UU tersebut dampaknya terhadap masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah masih sangat jauh. Kedua, aspek sosiologis, di mana kebutuhan pembiayaan UMKM sangat tinggi. UU tersebut belum mampu menjawab keutuhan tersebut, kontribusinya masih sangat rendah dan banyak sekali permasalahan di lapangan.
“Dan ketiga, aspek yuridis, di mana UU No. 1/2013 sudah ketinggalan dengan perkembangan zaman, sehingga perlu kepastian hukum kedepannya,” imbuhnya.
Leave a Comment