satunusantaranews, Jakarta – UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dipandang belum berpihak kepada wilayah kepulauan. DPD RI memandang RUU Daerah Kepulauan perlu didorong karena sejalan dengan visi dan misi Presiden Joko Widodo untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, demikian ujar Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.
Selama ini alokasi transfer anggaran masih dari pusat ke daerah yang didasarkan pada jumlah penduduk, pemulihan tata kelola wilayah, dan terutama wilayah. Maka DPD RI memandang RUU Daerah Kepulauan sejalan dengan visi dan misi Presiden untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia dan sebagai wujud kehadiran negara di daerah kepulauan, lanjutnya saat membuka High Level Meeting bersama Badan Kerjasama Provinsi Kepulauan di Nusantara IV Komplek Parlemen, Jakarta (6/10).
Dan hadirnya RUU Daerah Kepulauan diharapkan aksesibilitas terhadap pemenuhan kebutuhan dasar. Ia mencontohkan seperti pendidikan dan kesehatan yang baik, serta produktivitas pulau-pulau kecil, investasi pesisir dan kemandirian ekonomi masyarakat pesisir dapat terwujud.
“RUU usul inisiatif DPD RI tentang Daerah Kepulauan telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2021. Hingga saat ini belum ada pembahasan di DPR RI setelah Presiden RI mengeluarkan Surat Presiden pada bulan Mei 2020 yang menugaskan beberapa kementerian membahas RUU ini,” tutur Senator Jawa Timur itu.
DPD RI berharap dukungan dari pemerintah daerah kepulauan dan para akademisi dapat menjadi perhatian khusus bagi pemerintah. Hal itu bertujuan agar segera melaksanakan pembahasan RUU Daerah Kepulauan dan disahkan, mengingat kondisi pandemi Covid-19 saat ini mengakibatkan turunnya aktivitas perekonomian, khususnya di daerah kepulauan.
“Kami berharap percepatan RUU Daerah Kepulauan menjadi UU sehingga menjadi pendongkrak kebangkitan perekonomian daerah kepulauan,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono mengatakan RUU Daerah Kepulauan sudah selesai dibahas DPD RI dan sudah diserahkan ke Baleg DPR RI. Namun sampai saat ini belum ada pembahasan lanjutan dari DPR RI.
“Sayangnya sampai saat ini Pansus di DPR juga belum dibentuk, padahal sudah mau dibahas secara tripartit,” terangnya.
Nono menambahkan kondisi pembangunan saat ini setelah 76 tahun merdeka terjadi disparitas misalnya Pulau Jawa dan luar, kawasan timur dan barat, serta basis kepulauan atau bukan. Alhasil, terjadi kesenjangan atau ketimpangan yang cukup jauh.
“Strategi pembangunan kita perlu dikoreksi maka kita lihat saat ini kawasan timur Indonesia menjadi daerah termiskin,” tuturnya.
Senator asal Maluku itu juga mencontohkan untuk di daerah pemilihannya, anggarannya lebih kecil dari salah satu kabupaten di Jawa. Maka tidak salah bila dicap sebagai daerah tertinggal, terbelakang, termiskin, bahkan terlupakan.
“Tidak salah bila kawasan timur Indonesia dicap sebagai daerah tertinggal, terbelakang, termiskin, dan bahkan terlupakan,” paparnya.
Di kesempatan yang sama, Kepala Badan Kerjasama Provinsi Kepulauan RUU Daerah Kepulauan tidak hanya mencakup daerah provinsi kepulauan yang berjumlah delapan provinsi. Melainkan mencakup 86 daerah kabupaten/kota kepulauan.
“Dari 86 daerah kabupaten/kota kepulauan tersebut, sebagian besar adalah bagian dari delapan provinsi anggota Badan Kerjasama Provinsi Kepulauan. Selebihnya adalah daerah kabupaten/kota yang tidak tergabung dalam anggota Badan Kerjasama Provinsi Kepulauan,” imbuhnya.
Pakar Maritim Basilio Diaz Araujo menambahkan sejauh ini UU yang lama hanya menyangkut masalah konsep darat. Sementara untuk konsep laut dan daerah kepulauan belum banyak refleksi dalam UU kita.
“Memang perlu kita atur pembagian wilayah laut atau daerah kepulauan karena masih jarang. Kita perlu memikirkan konsep-konsep ini bersama,” ucapnya.
Leave a Comment