satunusantaranews, Jakarta – Komjen Listyo Sigit Prabowo akhirnya menjadi calon tunggal Kapolri. Presiden menggunakan hak prerogatifnya untuk menunjuk Kabareskrim Polri tersebut menggantikan Kapolri Idham Azis. Sesuai peraturan perundang-undangan, selanjutnya Listyo Sigit Prabowo akan menjalani fit and proper test di Komisi III, sebelum DPR memberikan persetujuan atas nama calon yang diajukan.
Bila terpilih secara definitif, tentu saja tugas Kapolri yang baru sudah menantang di depan mata. Imparsial Indonesia sudah mengingatkan Kapolri yang baru bahwa tantangan persoalan sekarang ialah intoleransi, radikalisme, dan terorisme. Bagaimana Papua dan Papua Barat menyikapi hal ini?
Senator Papua Barat, Dr. Filep Wamafma, memberikan pesan sekaligus harapan bagi Kapolri yang baru bila terpilih. Pertama, Kapolri yang baru harus memperhatikan eksistensi UU Otsus dalam hal pengangkatan Kapolda di Tanah Papua.
Pasal 48 ayat (5) UU Otsus memberikan batasan definitif yaitu bahwa pengangkatan Kepala Kepolisian Daerah Provinsi Papua dilakukan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan persetujuan Gubernur Provinsi Papua. Ini berarti, perlu ada persetujuan dari Gubernur Provinsi Papua sebelum nama calon disahkan. Melihat historisitas UU Otsus, maka sesungguhnya persetujuan Gubernur Papua (dan Papua Barat) adalah dalam rangka mengakomodasi Orang Asli Papua (OAP) dalam jajaran elit Polda.
Berkaitan dengan hal tersebut, Filep menambahkan bahwa pengangkatan perwira, di lingkungan Polda Papua dan Papua Barat wajib mengutamakan OAP. Demikian halnya juga terkait pemberdayaan putra putri asli Papua dalam penempatan jabatan struktural terutama Polres-polres di Tanah Papua, termasuk juga rekrutmen anggota polisi di tanah Papua yang wajib mengutamakan anak-anak OAP. Hal tersebut wajib dilakukan guna meningkatkan kepercayaan OAP kepada Pemerintah, kepada aparat dan seluruh kebijakannya.
Tidak hanya cukup di situ, menurut Filep, salah satu persoalan terbesar yang menjadi akar masalah di Papua ialah penegakan hukum yang seringkali melanggar HAM di Papua. Untuk itu Filep berharap kepada Kapolri yang baru agar mengubah secara tegas pendekatan keamanan menjadi pendekatan kasih dengan memperhatikan kearifan lokal Papua.
Lagi-lagi, ia menekankan dialog pada Kapolri yang baru, dengan menjadikan tokoh adat, agama dan masyarakat sebagai mitra kerja di daerah. Kerjasama yang terjalin akan mampu mengubah persepsi OAP tentang pembangunan di Tanah Papua. Pendekatan kasih dan perhatian yang lebih kepada OAP, akan memberikan dampak bagi terciptanya kedamaian di Tanah Papua.
Dalam kaitan dengan hal itu pula, Filep berharap agar Kapolri yang baru berani untuk membuka ruang demokrasi, terutama bagi para mahasiswa, LSM para aktivis demokrasi di Tanah Papua, seraya menjamin dan melindungi baik perorangan maupun Lembaga, semua Pekerja HAM di Tanah Papua.
“Kita menaruh optimis pada calon Kapolri ini, apalagi kabarnya ia yang menangani kasus Djoko Tjandra dan Novel Baswedan. Saya berharap Komjen Listyo juga memberikan perhatian yang serius terhadap permasalahan yang ada di Papua.” Ucap Filep Wamafma pada Jum’at 15 Januari 2021.
Selain kasus-kasus pelanggaran HAM yang perlu diperhatikan lagi oleh Kapolri yang baru, Filep juga mengingatkan bahwa kejahatan-kejahatan lain seperti korupsi, illegal fishing, illegal loging, dan illegal mining di Tanah Papua, harus ditindak secara tegas. Alam Papua yang kaya tidak boleh dijadikan sarang bagi para penjahat kerah putih. Pesan Senator ini merupakan suara dari keprihatinan tentang kebijakan negara yang seringkali melupakan eksistensi OAP di tanahnya sendiri.
“Saya cuma mau sampaikan, jika nanti sudut pandang Polri hanya berasal dari satu “bisikan” saja dalam menyelesaikan masalah, ia tak ubahnya seperti macan ompong, tapi kali ini saya coba menaruh optimis.” Tutup Filep Wamafma.
Leave a Comment