SBN: Reformasi yang Sudah Berjalan Sejak 1998 Perlu Dikoreksi Kembali

SBN: Reformasi yang Sudah Berjalan Sejak 1998 Perlu Dikoreksi Kembali
SBN: Reformasi yang Sudah Berjalan Sejak 1998 Perlu Dikoreksi Kembali

satunusantaranews, Jakarta - Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin (SBN) mengatakan reformasi yang sudah berjalan sejak 1998 perlu dikoreksi kembali. Menurutnya reformasi yang telah berjalan hingga saat ini belum berjalan sempurna karena melenceng dari nilai-nilai demokrasi Pancasila.

"Reformasi yang sudah berjalan puluhan tahun ini memang harus kita koreksi kembali. Apakah reformasi yang sudah berjalan ini bisa dikatakan sempurna? Saya kira reformasi kita offside dalam sisi demokrasi," ucap Sultan saat launching Forum Dialektika di kawasan Menteng, Jakarta (28/10).

Demokrasi saat ini cenderung liberal karena tidak mengedepankan musyawarah. Saat ini kita hanya berkutik one man one vote yang justru melahirkan demokrasi kuantitatif. Apalagi demokrasi kita mahal sekali, karena cenderung menjauhkan dari nilai-nilai demokrasi Pancasila.

"Dikit-dikit kita voting, tidak mengedepankan musyawarah. Demokrasi yang murni adalah musyawarah," terangnya.

Demokrasi kita juga menimbulkan sistem oligarki dari sektor politik dan ekonomi. Saat ini kita lihat, ada seseorang yang tidak tahu apa-apa namun punya uang bisa langsung jadi. Ini merupakan PR kita, untuk itu kita harus melihat hulunya, terangnya.

Ia berharap semua pihak harus bersama-sama dalam menata kembali konstitusi kita yaitu dari hulunya. Bukan tidak mungkin, orang-orang yang memiliki banyak uang akan mendirikan partai yang berakibat tertutupnya ruang demokrasi. Sekarang ini tidak adil, potensi sebesar ini hanya dikontrol parpol, malah justru kita seperti paradoks demokrasi.

"Artinya, potensi munculnya pemimpin-pemimpin yang berkualitas ini dikerangkeng di hulu," imbuh Sultan.

Sultan juga menyarankan seharusnya demokrasi kita juga bisa membuka luas bagi jalur independen atau non partai untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Sehingga presiden tidak tersandera atau dikontrol oleh partai politik.

"Jadi negara ini harus ditata kembali dari konstitusinya sehingga calon independen bisa maju sebagai presiden," harapnya.

Sementara Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan bahwa ada ruang dan perasaan yang menggelora pasca reformasi. Lantaran, Bangsa Indonesia belum memiliki bayangan pada 100 tahun kemerdekaan nanti yaitu pada tahun 2045.

"Sampai hari ini, pada 2045 nanti kita belum tahu Indonesia seperti apa. Kita tidak tahu wajah Papua seperti apa, Aceh dan wilayah-wilayah lain, dan kehidupan masyarakat. Kita hanya disibukkan bertarung untuk bangku di istana dan Senayan," ujarnya.

Sedangkan Pimpinan Ketua Forum Dialektika Yayat Biaro mengatakan bahwa tujuan utama dibentuknya Forum Dialektika yaitu untuk kepentingan bangsa ke depan. Ia berharap dari diskusi ini bisa memberikan gagasan kebangsaan yang lebih produktif lagi.

"Kita ingin diskusi ini bisa menjadi gagasan yang lebih produktif dalam wawasan kebangsaan sekaligus memperbaiki kultur Indonesia," harapnya.

Baca Juga: LaNyalla: Perlu Keberanian Koreksi Kelemahan Tata Negara Indonesia

Penulis: Pribadi
Editor: Nawasanga

Baca Juga