Sense of Crisis Ngabalin
satunusantaranews, Jakarta - Ngabalin bermuka dua atau bermuka “penjilat” bagi pemerintah yang berkuasa, benarkah? Publik pun tahu, Ngabalin sejak awal dia menjadi pendukung Prabowo. Di masa itu, dia menjadi pendonor omelan paling ampuh bagaimana membuat Prabowo layaknya Raja.
Ia seolah mempermak Prabowo, tetapi di sisi lain seakan mengipasi Jokowi sebagai kandidat Presiden yang tidak mengerti medan pemerintahan. Tapi apa yang terjadi. Setelah Prabowo kalah dalam pemilihan presiden putaran pertama, dia meninggalkan Prabowo. Dia pun berbalik arah untuk “mensupport” apa saja program Jokowi. Maka pada kemenangan Jokowi selanjutnya, Ngabalin diterima sebagai Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden.
Setelah menjadi Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Ngabalin tampak tertatih - tatih. Di forum, dia kewalahan menyampaikan pesan-pesan baik yang seharusnya dia sampaikan ke ranah publik. Terlihat, Ngabalin sering terpojok lantaran tidak menguasai data dan fakta di lapangan ketimbang lawan debatnya. Bahkan tak jarang, pesan-pesan yang tersampaikan berbanding terbalik dengan apa yang ingin Presiden dengar.
Sudah sekian banyak kasus, Ngabalin mencoba meredam-paparkan ke media dan publik. Tapi yang terjadi dari Ngabalinlah kasus-kasus itu tambah menyeruak tanpa bisa teredam. Masyarakat terbelah hanya dari untaian kata-kata Ngabalin yang tidak punya keilmuan, data-fakta, dan emosional terhadap masalah masyarakat. Dia tak bisa memoles dan meyakinkan masyarakat untuk sekadar bersabar saja. Kharismanya nyaris tak ada. Hanyalah mempersibuk tangan untuk menulis di kertas-kertas hayalan.
Makanya, seorang intelek macam Faisal Basri sering mendesak Jokowi untuk menggantikan Ngabalin sebagai Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden ke yang lebih “bijak”. Yang paham tentang apa yang ia bicarakan dan masalah-masalah keindonesiaan.
Misalnya, pada kasus pengecatan pesawat terbang kepresidenan yang menghilangkan banyak biaya. Banyak pihak yang menyorot itu karena teranggap kurang benar dan pas jika pesawat dicat saat masyarakat menderita ekonomi karena PPKM dan lonjakan Covid-19.
Mau dengar apa yang terkatakan Ngabalin dari protes masyarakat? Katanya: “betul-betul kampungan”. Di tempat lain dia mengatakan: “cat pesawat Presiden Rp2 M, di mana masalahnya?” ucap enteng Ngabalin yang tak memiliki sense of crisis.
Jika kita hari ini menderita ekonomi karena secara sadar mengikuti intruksi Presiden untuk mengikuti protokol: tidak keluar, tidak berkerumun, bekerja jika dirasa sangat penting, membeli secara delivery dan tidak makan di tempat, tidak silaturrahim kepada saudara yang sakit, bahkan tidak bisa pergi untuk memakamkan orang tua kandung.
Melihat apa yang terlontar dari Ngabalin sungguh menyesakkan. Kesabaran yang sejak awal kita hibahkan kepada penanganan wabah ini, tiba-tiba tercederai. Seharusnya Ngabalin sebagai Staf Presiden lebih bijak memilih bahasa, gesture tubuh, dan mimik muka.
Tak pantas, dia menghilangkan penderitaan masyarakat dengan bahasa bernuansa sombong dan tidak ada sopan santunnya sama sekali. Sebenarnya, staf-staf seperti inilah yang mencoreng citra Jokowi di masyarakat.
Ngabalin bikin masyarakat sebel. Banyak memang yang tidak respek kepadanya. Sebabnya, dia terlalu memandang rendah apalagi kepada mahasiswa. Sekian kasus yang menyangkut perihal mahasiswa, dia beranggapan mahasiswalah yang salah.
Kini, di penghujung masa pemerintahan Jokowi, lagi-lagi dia menganggap mahasiswa yang mengkritik adalah mahasiswa yang nyinyir. Bahkan Ngabalin, menganggap Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) yang bakal berdemo besok, dia samakan dengan Rocky Gerung, dan Rizal Ramli, sebuah anggapan yang menyakitkan.
Komentar