satunusantaranews, Jakarta – Pemerintah bersama Komite I DPD RI sepakat melakukan pengawalan proses revisi terbatas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua sehingga dapat berdampak optimal, adil dan akuntabel bagi percepatan pembangunan di Papua.
Hal ini terungkap dalam Rapat Kerja Komite I DPD RI dengan Menteri Keuangan RI tentang revisi terbatas UU Otsus Papua khususnya mengenai Dana Otsus, Selasa (26/1).
Rapat ini menghadirkan Sri Mulyani, Menteri Keuangan RI beserta jajaranya. Rapat Kerja ini dipimpin oleh Fachrul Razi (Ketua), didampingi oleh, Abdul Kholik (Wakil Ketua II), Fernando Sinaga (Wakil Ketua III), dan dihadiri anggota Komite I.
Sebagaimana diketahui bahwa draft revisi terbatas UU Otsus akan segera dibahas bersama Pemerintah, DPR RI, dan DPD RI. Draft Perubahan Kedua UU Otsus ini memuat tiga Pasal perubahan yakni:
1) Pasal 1 huruf a mengenai pengertian dan definisi;
2) Pasal 34 tentang: sumber penerimaan dan sumber pendapatan provinsi dan kabupaten/kota, Dana Perimbangan, Jangka waktu keberlakuan, Perdasus, Pengawasan, Pembinaan, dan pengelolaan penerimaan;
3) Pasal 76 tentang Pemekaran Provinsi Papua.
Dalam sambutannya, Senator Fachrul Razi menjelaskan bahwa permasalahan yang terjadi di Papua tidak dapat dipisahkan dari permasalahan NKRI. Secara ekonomi-sosial dan politik, Papua saat ini masih tertinggal dengan daerah lainnya. Oleh karena itu, Dana Otsus harus mampu dioptimalkan untuk percepatan pembangunan Papua yang dalam UU Otsus besarnya 2% dari Dana Alokasi Umum.
“Harapannya revisi ini dapat menjawab berbagai persoalan yang ada di Papua tidak hanya memperpanjang keberlakuan dana Otsus”, ucapnya.
Sementara Senator Filep dan Otopianus menyampaikan hal yang senada, mereka mengingatkan akan pentingnya revisi UU Otsus khususnya Dana Otsus agar tepat sasaran dan melindungi kepentingan Orang Asli Papua. Termasuk memperhatikan sejarah adat di Papua yang dimana mempunyai 7 wilayah adat.
“Revisi UU Otsus tidak sebatas revisi terbatas dan dilakukan akan tetapi harus memperhatikan dan berdasarkan usulan dari masyarakat Papua khususnya DPRP dan MRP”, pinta Otopianus.
Sementara Sri Mulyani dalam paparan menekankan dasar dari pemberian Dana Otsus di Papua adalah untuk memberikan kemanfaatan dan perlindungan bagi masyarakat adat Papua (OAP), juga mengurangi kesenjangan dan meningkatkan taraf hidup. Hal ini belum optimal terlaksana.
Sri Mulyani melanjutkan bahwa Dana Otsus dan DTI sejak 20 tahun terkhir (Papua dan Papua Barat) berjumlah 138,56 triliun periode 2002-2021, Transfer Keuangan dan Dana Desa berjumlah 702,3 Triliun, dan belanja Kementerian/Lembaga berjumlah 251 Triliun. Oleh karena itu, revisi terbatas nantinya diarahkan untuk perbaikan tata kelola dan kebijakan Otsus ke depan (Dana Otsus).
Rapat Kerja berakhir dengan kesepahaman bahwa Revisi UU Otsus sangat penting bagi percepatan Pembangunan Papua. Rapat Kerja ini diakhiri dengan kesimpulan berikut ini:
1. Menyepakati perlunya evaluasi secara berkelanjutan terhadap Dana Otonomi Khusus Papua mulai dari perencanaan, desain tata kelola, pelaksanaan good governance, penyaluran, hingga dampak dan manfaatnya.
2. Menyepakati perlunya membuat skema pendanaan Dana Otonomi Khusus secara lebih berkeadilan dengan tetap memperhatikan kekhususan bagi Orang Asli Papua (afirmasi) disertai dengan penguatan kapasitas kelembagaan dan pengawasan yang lebih efektif.
3. Melakukan pengawalan proses revisi terbatas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua sehingga dapat berdampak optimal, adil dan akuntabel bagi percepatan pembangunan di Papua.
Leave a Comment