satunusantaranews, Semarang – Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kota Semarang kembali menggelar sidang gugatan ketujuh (2/12) terkait dugaan kecurangan pada penjaringan perangkat desa di desa Sumber Agung, Kecamatan Godong, Kabupaten Grobogan. Penggugat Akhmat Suwanto dan Siti Chatimah (penggugat) merasa dirugikan dari hasil nilai saat penjaringan perangkat desa didaerahnya tersebut.
Kuasa Hukum Akhmat Suwanto dan Siti Chotimah (penggugat), Anggi Ardian,SH usai sidang mengungkapkan bahwa sidang ke tujuh ini menghadirkan para saksi karena pembuktian untuk dokumen sudah kami sampaikan pada Majelis Hakim sebelumnya, ucapnya.
Intinya pada hari ini di dua perkara, yaitu perkara nomor 89 dan 90 atas nama Akhmad Suwanto dan Siti Khalisoh, kita menghadirkan satu saksi ahli dalam dua perkara yaitu Dr. Muhammad Junaedi,S.H.I.MH, ujar Anggi.
Lebih lanjut Anggi memaparkan bahwa persidangan menyampaikan kesaksian orang orang terkait Panitia Penjaringan, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai perwakilan dari desa yang diminta untuk menyampaikan bahwa di desa setempat akan dilakukan penjaringan untuk formasi perangkat desa Sumberagung, Kecamatan Godong, Kabupaten Grobogan adanya kekosongan enam formasi.
Namun demikian berjalannya waktu muncul mosi tidak percaya karena dianggap ketidak transparannya dalam penjaringan perangkat desa di sana. Salah satu hal yang disampaikan saksi ahli kami adalah ujian perangkat desa ini harus transparan karena dokumen ini tidak boleh disembunyikan karena ini bukan dokumen negara, tegas Anggi.
“Kami selaku kuasa hukum penggugat menginginkan pihak terkait khususnya pemerintah daerah melalui pihak ketiga Polines untuk bisa membuka jawaban supaya bisa tahu apakah benar, karena dalam kesaksian kami sempat bertanya panitia siapakah yang mendapatkan nilai tertinggi, berlatar belakang apa? kami tidak membahas kualitas pendidikan,karena cara pandang masyarakat bisa menimbulkan kecurigaan dan kecemburuan sosial,” pungkas Anggi.
Sementara Saksi Ahli Dr. M Junaedi,S.H.I.MH menjelaskan pada prinsipnya berbicara pada pemilihan perangkat desa itu merupakan elemen fundamental dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, jadi kedepannya kalau itu berkualitas semuanya akan menjadi berkualitas,” ucapnya
Berdasarkan dokumen publik, hasil seleksi, hasil materi kemudian hasil dokumen berdasarkan penilaian itu merupakan dokumen publik harus dibuka kepada masyarakat atau dibuka kepada pihak yang memohon. Menurut Junaedi hal itu berdasarkan prinsip transparansi dari pada penyelenggaraan pemilihan perangkat desa, kalaupun ada sengketa maka diselesaikan sebagai mestinya di lembaga peradilan.
Lebih lanjut dirinya memaparkan nantinya kalau Majlis Hakim memutuskan seperti apa yang jelas banyak pertimbangan yang saya sampaikan tadi.
Yang pertama intinya adalah itu harus menjadi dokumen publik, apabila dari pihak peserta yang yang mereka tidak terima ya harus dibuka. Apakah ada kecurangan atau tidak, itu merupakan hal yang harus dipertimbangkan Majelis Hakim dan itu sudah sesuai dengan Undang Undang Keterbukaan Publik.
“Pandangan saya harus dibuka dipersidangan atau kalau tidak dibuka hakimlah yang memutuskan bahwa itu harus dibuka sebagaimana mestinya sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Kalau dokumen itu baru bahan yang akan diajukan ujian maka dokumen itu menjadi rahasia,” tegas Junaedi.
Tapi kalau kemudian sudah selesai maka dokumen itu harus terbuka karena ini menjadi instrumen kesaksian daripada keputusan hasil tim perangkat tersebut karena masih ada pembuktian pembuktian lagi maka kita lihat saja nanti pada sidang selanjutnya, pungkasnya.
Leave a Comment