satunusantaranews, Jakarta – Status Ibukota Negara (IKN) dan mekanisme penujukan langsung kepala badan otorita IKN oleh Presiden masih menjadi perdebatan dan menimbulkan spekulasi Publik sejak UU IKN disahkan oleh DPR RI pada pekan lalu. Wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) Sultan B Najamudin merespon dengan meminta agar status badan otorita mekanisme pemilihan Kepala IKN baru hanya diberlakukan sementara.
Kedua ketentuan ini tentu harus segera dikondisikan dengan kaidah-kaidah yang konstitusional setelah aktifitas IKN telah berjalan normal. Mungkin lebih tepatnya kita menyebutnya sebagai tim ad hock yang bertugas membangun dan menata IKN, ujar Sultan (29/01).
Hal itu dilakukan demi terpenuhi hak-hak demokrasi dan konstitusi. Serta tentu saja untuk menghindari peluang KKN dan bias kepentingan elit tertentu. Masa berlakunya bisa lima tahun depan atau bisa diperpanjang sesuai kebutuhan, usul mantan Wakil Gubernur Bengkulu itu.
Sultan mengaku sangat menghormati kinerja dan keputusan DPR RI yang telah mengesahkan RUU IKN, namun dirinya tak menampik bahwa DPD RI juga mengapresiasi upaya gugatan yang dilayangkan oleh beberapa tokoh masyarakat dan civil society terhadap UU IKN.
“Jika berpeluang diperbaharui, sebaiknya segera kita perbaiki bersama, termasuk kedua hal yang saya sampaikan tadi, dan tentu masih terdapat beberapa hal yang penting untuk kita sepakati bersama terutama terkait skema pembiayaan”, ujarnya.
Kami percaya MK akan memberikan rekomendasi yang konstitusional dan meminta DPR juga pemerintah meninjau kembali materil UU IKN yang ada, atau konstitusinya yang harus di amandemen. DPD RI selalu memberikan atensi dan pertimbangan pada banyak RUU yang disahkan oleh DPR dan pemerintah. Namun seringkali juga menyayangkan bahwa UU yang disahkan selalu menuai kritik yang berujung pada gugatan ke Mahkamah konstitusi.
“Kami sangat memahami bahwa Konfigurasi politik kebijakan kita masih terjebak dalam politik kepentingan elit”, kata Sultan. Menurutnya, kualitas UU yang dilahirkan saat ini merupakan citra nyata daripada kualitas politik dan demokrasi Indonesia. Di mana lembaga legislatif hanya menjadi juru stempel RUU yang disusun oleh eksekutif.
“Ini merupakan otokritik bagi kami semua di lembaga legislatif, terutama DPD RI, yang tidak bisa banyak mempengaruhi proses legislasi yang terjadi di lembaga legislatif”, tukasnya.
Leave a Comment