Opini

Suka Duka Putusan MK NO.91/PUU-XVIII/2020 Uji Materil Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law)

satunusantaranews, Jakarta – Suka cita ataukah duka cita? Tergantung dari sudut pandang mana kita ingin melihat Putusan MK tertanggal 25-12-2021 yaitu tentang uji materil atas Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law).

Sepanjang proses persidangan uji materil UU CIPTAKER berlangsung ratusan massa buruh sedang berdemonstrasi di muka Gedung Mahkamah Konstitusi sepanjang Jl MH Thamrin, Jakarta, para demonstran yang mayoritasnya adalah Kaum Buruh/Tenaga Kerja berpidato, berteriak, bersorak, bernyanyi dibawah pengawalan dari aparat kepolisian yang bertugas mengawal para demonstran agar tidak melakukan suatu aksi anarki. Inilah negara demokrasi sesungguhnya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, sejak awal telah menimbulkan gelombang aksi protes dimana-mana. Dan akhirnya dimohonkan untuk diuji materil di Mahkamah Konstitusi, protes dan keberatan atas UU tersebut berkenaan dengan syarat-syarat dan tata cara pembentukan hingga substansi materil dari pasal-pasal yang terkandung di dalam UU itu menimbulkan KONTRA dari para pemrotes, sedangkan mereka yang PRO memilih bersikap diam sambil mengawasi dengan harap-harap cemas.

Putusan MK ini jelas merupakan suatu berita DUKA CITA bagi bangsa ini, karena terbukti bukan hanya tidak mengandung unsur-unsur sosiologis karena menimbulkan reaksi dimana-mana. Tetapi secara yuridis juga terbukti tidak memenuhi syarat karena itulah Mahkamah menyatakan mengandung kecacatan hukum sekalipun diberi embel-embel secara bersyarat.

Dan secara politis putusan tersebut sudah menggambarkan sebagai suatu signal kegagalan perumusan yang dilakukan dalam membuat suatu ketentuan perundang-undangan yang berkenaan dengan hajat hidup orang banyak.

Bagi Neil Sadek, SH (Ketua Bidang HUKUM dan HAM Depinas SOKSI) menyatakan bahwa “Putusan MK tersebut merupakan tamparan keras bagi para wetgever (pembentuk undang-undang)” dan para pembentuk undang-undang jangan pernah sekali kali lagi bermain lagi dalam membuat undang-undang”.

Bagi Pemerintah RI, tentu pengaturan dan aplikasi atas UU ini merupakan suatu peluang dan tantangan yang harus diperjuangkan dan dijalani. Sebab UU tersebut telah diratifikasi dan masih tetap diakui dan digunakan hingga saat ini, sekalipun masih banyak pihak yang keberatan baik atas konsepsi pengaturan maupun aplikasinya.

Namun dengan telah diketuknya “PALU MAHKAMAH KONSTITUSI” yang mempunyai daya ikat “binding and final”, maka secara hukum telah jelas dan terbukti dapat diketahui Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020 terkait Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah berkekuatan hukum tetap (Inkracht van gewijsde), dimana semua elemen bangsa dan negara berkewajiban mentaati putusan yang menyatakan UU CIPTAKER tersebut telah tidak berkekuatan hukum mengikat bersyarat sepanjang tidak dimaknai “tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan” (Vide Amar Ke-3 Putusan MK).

 

Baca Juga: Menyuarakan Solidaritas, LKBH SOKSI Wadah Rasa Keadilan Bagi Kaum Buruh dan Karyawan

 

Dan Hakim telah memberi nafas kehidupan bagi UU CIPTAKER hanya dalam tenggang waktu 2 (dua) tahun saja sehingga setelah lewat masa tersebut maka UU CIPTAKER akan dianggap inkonstitusional (Vide Amar ke-4 Putusan MK).

Sebagai warga negara yang baik kita patut menghargai respon Pemerintah yang menghormati dan segera melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020 terkait Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Ketua Umum Partai GOLKAR yang menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan “Pemerintah akan segera menindaklanjuti putusan MK yang dimaksud melalui penyiapan perbaikan UU dengan sebaik-baiknya,” tegas dia saat konferensi pers, Kamis, 25 November 2021.

Direktur Eksekutif DEP LKBH SOKSI Neil Sadek, SH menyatakan “apa yang disampaikan oleh Ketum Partai GOLKAR suatu sikap negarawan sejati karena telah menghargai proses hukum yang telah diputuskan oleh MK sehingga kami SOKSI dan LKBH SOKSI bahkan semua pihak patut untuk mengapresiasi.

Namun tidak berhenti disitu semua elemen masyarakat wajib mendukung upaya Pemerintah RI agar upaya perbaikan yang sedang dan atau akan dilakukan dapat diselesaikan sebelum waktu 2 (dua) tahun berakhir, partai politik “penguasa” termasuk para anggota DPR RI in casu BALEG yang memiliki integritas dan kompetensi harus bekerja keras dalam merumuskan ketentuan-ketentuan dalam UU CIPTAKER yang memenuhi unsur filosofis, yuridis, dan sosiologis itu”.

Kemudian ditambahkan Neil Sadek, SH bahwa “penyempurnaan atas UU tersebut harus disertai dengan peraturan pelaksanaan atau turunan yang memenuhi rasa keadilan yang distributif, karena suatu ketentuan yang tidak memenuhi rasa keadilan, akan sia-sia dan omong kosong saja, sebab selama ini banyak ketentuan pelaksanaan akan tetapi yang ada hanya keadilan ketaatan saja. Keadilan yang didistribusikan dari atas ke bawah tidak bersumber dari hati nurani akan tetapi terkesan hanya kepentingan terselubung saja atau vested interest”.

Ketua Umum SOKSI Ir.Ali Wongso Sinaga selalu menyampaikan kepada kami semua selalu kader SOKSI agar menyuarakan rasa keadilan termasuk dalam proses pembentukan UU CIPTAKER ini”, selanjutnya Neil Sadek, SH mengatakan “Para pembentuk UU harus berlari SPRINT untuk dapat melahirkan UU CIPTAKER hanya dalam waktu 2 tahun, dan mari kita semua bergandengan tangan mensupport Pemerintah RI agar UU CIPTAKER dapat segera terbentuk sesuai harapan kita semua.

Leave a Comment
Published by
Kahfi SNN