satunusantaranews, Banda Aceh – Senator DPD RI asal Aceh, HM Fadhil Rahmi Lc MA, turut menyesalkan kasus pemanggilan Ketua Mualimin Aceh, Teungku Zulkarnaini bin Hamzah atau akrab disapa Teungku Ni oleh Polda Aceh, terkait pengibaran bendera bulan bintang pada milad 4 Desember lalu di Lhokseumawe. Menurut pria yang akrab disapa Syech Fadhil, Teungku Ni merupakan korban dari ketidakjelasan sikap Aceh soal bendera.
“DPR Aceh hingga saat ini, terus mengatakan bahwa Qanun Bendera Aceh masih sah. Demikian juga dengan eksekutif Aceh. Di DPR Aceh juga ada dua tiang bendera. Namun hingga saat ini belum pernah bulan bintang berkibar di sana,” ujar Syech Fadhil.
Ini akhirnya mempengaruhi pola pikir di tengah-tengah masyarakat. Teungku Ni menjadi korban dari ketidakjelasan sikap ini. Qanun bendera Aceh sendiri, kata Syech Fadhil, sejak awal disahkan telah mengalami cooling down hingga saat ini.
Terakhir, Mendagri dikabarkan telah membatalkan qanun tersebut namun DPR Aceh dan eksekutif mengaku belum pernah menerima surat terkait pembatalan qanun ini. Saya tidak dalam bahasa menyalahkan siapa-siapa dalam kasus. Tidak Polda Aceh maupun orang yang mengibarkan bendera ini, ujarnya.
“Semestinya, masalah qanun bendera ini harus tuntas, clean dan clear. Harus ada upaya ke arah itu, jangan dibiarkan “mengambang”. Kalau tidak, dan dibiarkan bergantung-gantung seperti sekarang, yang sayang adalah masyarakat. Teungku Ni adalah salah satu korbannya,” ujar senator yang dekat dengan dayah di Aceh ini lagi.
Jika Pemerintah Aceh tidak segera memperjelas sikap soal Qanun bendera Aceh, kata Syech Fadhil, dikhawatirkan akan banyak korban-korban lainnya di Aceh yang akan dipanggil jajaran berwajib. Karena bagi warga Aceh umumnya dan yang tinggal di basis konflik khususnya, bendera bintang bulan adalah identitas. Karena bendera tersebutlah perang panjang terjadi di Aceh. Mereka tahu-nya bendera itu sudah sah dan ada qanun-nya. Namun bagi kepolisian qanun ini sudah dibatalkan oleh Kemendagri, katanya.
“Kalau hasil pemeriksaan, kemudian Teungku Ni dinyatakan bersalah dan dijebloskan ke penjara maka akan menjadi PR besar bagi kita semua, khususnya pemangku kebijakan jangan hanya berani bersuara dan tidak berani bersikap serta setengah hati. Kedepan tidak ada lagi yang berani mengibarkan bendera Aceh,” jelasnya.
Kita khawatirkan demikian juga dengan produk-produk hukum (qanun) lainnya yang dilahirkan. Wibawa-nya akan hilang. Makanya, saya berharap Teungku Ni harus didampingi untuk wibawa Aceh, kata Syech Fadhil.
Leave a Comment