Tolak Permohonan Relaksasi Pembangunan Smelter PTFI
satunusantaranews-Jakarta, Pemerintah diminta untuk menolak permohonan relaksasi pembangunan smelter oleh PT Freeport Indonesia (PTFI) bila tidak sesuai target waktu pembangunan smelter yang diatur dalam UU Minerba yang baru, demikian tegas Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS, Mulyanto (3/8).
Dalam UU Minerba yang baru 1 bulan dicatat dalam lembar negara, diatur bahwa target pembangunan smelter PTFI adalah tahun 2023. Dan sejak saat itu PTFI dilarang melakukan ekspor konsentrat murni. Semua konsentrat tambang harus diproses dalam smelter yang dibangun tersebut. Oleh karenanya sebagai negara hukum, Pemerintah harus tunduk pada Undang-Undang No.3 Tahun 2020, yang dibuatnya bersama DPR RI.
"Pemerintah jangan mengulangi preseden buruk sebelumnya, yang melanggar UU. No. 4/2009 dengan membiarkan Freeport tidak mencapai target penyelesaian pembangunan smelter dan mengijinkan mereka mengekspor konsentrat tambang," tegas Mulyanto lagi.
Jangan mau didikte oleh badan usaha yang secara nyata terbukti beberapa kali melanggar janji memenuhi peraturan perundangan. Pemerintah harus tegas dalam melaksanakan Undang-Undang. Dan Pemerintah wajib menolak permohonan PTFI untuk mendapatkan relaksasi target pembangunan smelter melewati tahun 2023, ujar Wakil Ketua Fraksi PKS ini menambahkan.
"Saya sebagai anggota DPR RI protes keras. Sebab UU dibuat untuk dipatuhi oleh kita bersama, bukan dianggap “sebagai angin lalu”. Ini benar-benar melecehkan Indonesia sebagai Negara hukum. Karenanya saya mendesak Pemerintah untuk tegas melaksanakan dan mengawal amanat UU No. 3/2020 sebagai perubahan atas UU. No.4/2009 tentang Minerba, khususnya pasal 170A. Pemerintah jangan lembek, apalagi ikut melanggar UU tersebut," tukas Mulyanto.
Untuk membangun Indonesia sebagai Negara Hukum, tidak cukup sekedar membentuk UU yang berkualitas dan aspiratif saja, namun yang utama adalah bagaimana kita menjalankan dan mematuhi norma ketentuannya secara konsisten, untuk kemudian mengembangkan budaya hukum di dalam masyarakat. Rakyat itu akan melihat patronnya, apakah kita memberi contoh keteladan yang baik atau tidak.
"Kalau Pemerintah saja melanggar UU di depan mata mereka, maka jangan harap kita meminta rakyat untuk mematuhi UU. Karena ada pepatah, guru kencing berdiri. Murid kencing berlari," tutup Sekretaris Menteri Riset dan Teknologi zaman Presiden SBY ini.
Komentar