satunusantaranews, Jakarta – Tren pemulihan ekonomi Indonesia kembali berlanjut pasca gelombang kedua pandemi Covid-19. Hal ini tergambar dari neraca perdagangan September 2021 yang kembali mencatatkan surplus USD 4,37 miliar. Surplus tersebut ditopang oleh surplus neraca nonmigas sebesar USD 5,30 miliar dan defisit neraca migas sebesar USD 0,93 miliar.
Demikian Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengungkapkan, bahwa surplus September 2021 melanjutkan tren surplus yang terjadi sejak Mei 2020. Meski masih berada di bawah surplus bulan sebelumnya yang mencapai USD 4,75 miliar. Secara kumulatif, surplus neraca perdagangan periode Januari—September 2021 mencapai USD 25,07 miliar yang terdiri atas surplus neraca nonmigas USD 33,48 miliar dan defisit migas USD 8,40 miliar.
“Optimisme peningkatan ekspor ditunjukkan adanya peningkatan Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur September 2021 yang berada pada posisi 52,2. Posisi ini kembali memasuki periode ekspansif setelah selama dua bulan sebelumnya mengalami kontraksi,” tutur Mendag.
Beberapa negara mitra dagang Indonesia penyumbang surplus perdagangan terbesar, di antaranya Amerika Serikat (AS), India, dan Filipina dengan jumlah mencapai USD 2,68 miliar. Sementara Australia, Thailand, dan Ukraina menjadi negara mitra penyumbang defisit perdagangan terbesar dengan jumlah USD 0,91 miliar.
Sedangkan kinerja ekspor pada September 2021 tercatat sebesar USD 20,60 miliar. Nilai ini turun dibanding Agustus yang tercatat sebesar USD 21,43 miliar atau turun 3,84 persen (MoM). Penurunan September 2021 didorong
melemahnya ekspor migas sebesar 12,56 persen dan nonmigas sebesar 3,38 persen.
Namun, nilai tersebut naik 47,64 persen dibanding tahun sebelumnya (YoY). Pelemahan ekspor nonmigas September 2021, disebabkan kontraksi ekspor sektor migas yang turun 12,56 persen (MoM) dan sektor industri pengolahan yang turun sebesar 5,29 persen (MoM). Sementara ekspor sektor pertanian naik sebesar 15,04 persen (MoM) diikuti sektor pertambangan sebesar 3,46 persen (MoM).
Beberapa produk ekspor nonmigas yang mengalami penurunan pada September 2021, yaitu lemak dan minyak hewan/nabati (HS 15) turun 30,45 persen; timah dan barang daripadanya (HS 80) 27,45 persen; bahan kimia
anorganik (HS 28) 24,08 persen; serat stapel buatan (HS 55) 13,81 persen; dan logam mulia, perhiasan/permata 13,71 persen. Pelemahan disebabkan penurunan permintaan dari beberapa negara mitra dagang Indonesia, yakni Belgia turun 37,41 persen, Mesir (30,09 persen), dan Pakistan (29,53 persen).
“Di tengah penurunan permintaan, ekspor nonmigas Indonesia ke beberapa negara justru mengalami pertumbuhan signifikan pada September 2021. Di antaranya Afrika Selatan yang tumbuh 48,24 persen, Uni Emirat Arab (38,38 persen), Taiwan (35,59 persen), Hongkong (29,89 persen), dan Spanyol (27,69 persen).
Sementara berdasarkan kawasan, ekspor ke kawasan Amerika Tengah, Afrika Selatan, dan Eropa Utara menunjukkan peningkatan yang signifikan pada September 2021 bila dibandingkan bulan sebelumnya,” terang Mendag.
Pada September 2021, beberapa produk masih unggulan Indonesia mengalami peningkatan ekspor. Produk tersebut adalah nikel dan barang daripadanya (HS 75) naik signifikan 98,68 persen; bubur kayu (HS 47) 31,72
persen; mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya (HS 84) 20,87 persen; bahan kimia organik (HS 29) 17,30 persen; serta besi dan baja (HS 72) 16,24 persen.
Peningkatan nilai ekspor kelima produk tersebut ditunjang peningkatan harga dan permintaan di pasar internasional yang ditunjukkan adanya peningkatan volume ekspor. Secara kumulatif, ekspor Januari—September 2021 tercatat sebesar USD 164,20 miliar, naik 40,38 persen (YoY).
Peningkatan ini dipengaruhi ekspor nonmigas naik menjadi USD 155,46 miliar atau naik 39,84 persen (YoY). Peningkatan diikuti ekspor migas yang naik menjadi USD 8,82 miliar atau naik 50,70 persen (YoY). Pada periode
tersebut, beberapa produk utama Indonesia mengalami peningkatan ekspor. Produk tersebut antara lain bijih, terak, dan abu logam (HS 26) sebesar 151,74 persen; besi dan baja (HS 72) naik 96,20 persen; berbagai produk
kimia (HS 38) 84,09 persen; lemak dan minyak hewan/nabati (HS 15) 73,00 persen; dan bahan bakar mineral (HS 27) 69,44 persen.
Sementara itu, nilai impor Indonesia pada September 2021 tercatat sebesar USD 16,23 miliar. Nilai ini turun 2,67 persen dibanding bulan sebelumnya (MoM), namun naik 40,31 persen dibanding tahun sebelumnya (YoY).
Penurunan impor didorong impor migas yang turun 8,90 persen (MoM) dan nonmigas yang turun 1,80 persen (MoM). Meskipun turun dibanding Agustus 2021, penurunan tersebut masih relatif kecil dan tidak mencerminkan penurunan permintaan terhadap industri di dalam negeri.
Struktur impor Indonesia selama September 2021 masih didominasi bahan baku/penolong sebesar 74,51 persen yang turun 2,27 persen. Sedangkan pangsa impor barang modal tetap sebesar 14,47 persen dan nilainya turun 2,67 persen (MoM). Adapun pangsa impor barang konsumsi tercatat sebesar 11,02 persen dan nilainya turun 5,28 persen (MoM).
Beberapa produk impor nonmigas yang mengalami penurunan pada September 2021, antara lain gula dan kembang gula (HS 17) sebesar 33,09 persen, ampas/sisa industri makanan (HS 23) 27,64 persen (MoM); produk
tembaga (HS 74) 21,12 persen; aluminium dan produknya (HS 76) 20,86 persen; dan berbagai produk kimia (HS 38) 19,34 persen.
Sedangkan dari sisi negara mitra, penurunan terbesar berasal dari Brazil turun 30,11 persen; Arab Saudi turun (25,82 persen), India (22,39 persen), Filipina (20,44 persen), dan Hongkong (18,61 persen). Secara kumulatif, periode Januari—September 2021 total impor Indonesia mencapai USD 139,22 miliar atau naik 34,27 persen secara tahunan (YoY). Pertumbuhan impor tersebut ditopang lonjakan impor migas sebesar 62,36 persen (YoY) dan impor nonmigas 31,07 persen (YoY).
Adapun beberapa produk impor nonmigas utama yang mengalami pertumbuhan yang signifikan pada periode tersebut, antara lain produk farmasi (HS 30) naik 220,72 persen; bijih, terak, dan abu logam (HS 26) 167,90 persen; bahan bakar mineral (HS 27) naik 93,72 persen; besi dan baja (HS 72) naik 67,96 persen; dan ampas/sisa industri makanan (HS 23) 42,91 persen.
Leave a Comment