Uji Coba Aplikasi PeduliLindungi Saat Pembelajaran Tatap Muka Terbatas

Uji Coba Aplikasi PeduliLindungi Saat Pembelajaran Tatap Muka Terbatas
Uji Coba Aplikasi PeduliLindungi Saat Pembelajaran Tatap Muka Terbatas

satunusantaranews, Jakarta - Setelah hampir 2 tahun siswa mengalami pelajaran tatap muka melewati daring, kini beberapa dari mereka harus masuk kembali ke sekolah. Saat ini pemerintah pun tengah melakukan uji coba penggunaan aplikasi PeduliLindungi bagi setiap siswa yang masuk ke sekolah saat Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas.

Kepala Transformasi Digital Kementerian Kesehatan, Setiaji mengatakan pihaknya terus berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemenristekdikti) untuk mematangkan penggunaan PeduliLindungi di sekolah.

"Biasanya siswa tidak diperkenankan membawa ponsel, oleh karena itu kami bekerja sama dengan Kemendikbud secara insentif, bahwa prosesnya dibalik, kami akan memberikan sistem backend kami," ujar Setiaji. Nantinya sistem akan secara otomatis memberikan informasi jika ada siswa atau guru teridentifikasi positif atau kontak erat, sehingga pihak sekolah bisa melakukan skrining sebelum masuk sekolah.

Lalu bagaimana tanggapan siswa yang mengalami langsung sekolah Offline ini? Kali ini satnusantara kedatangan 2 siswa asal Jakarta yang baru saja meraba era sekolah Pertemuan Tatap Muka ini. Sasa dan Nam.

Mereka mengaku bahwa selama beberapa minggu terakhir ini proses pembelajaran mereka terhitung tidak efektif. Sebab durasi yang diberi oleh pihak sekolah terlalu pendek untuk menjelaskan lebih banyak.

“Kalau dulu masuk jam 1 siang pulang jam 5 sore , kalau sekarang masuk jam 1 siang pulang jam 4 sore. Ada beberapa pelajaran yang memang efektif dan ada juga yang tidak. Namun,kebanyakan sih engga karena guru datang cuman ngasih tugas. Menjelaskan materi pun keburu buru sama waktu karena harus gantian sama guru yang lain juga, jadi ya lumayan tidak efektif aja” ujar Nam pada satunusantara (08/10).

Ia pun juga mengaku bahwa sekolah tatap muka ini membuatnya jadi serba salah. Disisi lain ia masih belum terbiasa dengan peralihan online ke offline, dilain ia senang bertemu kembali dengan teman-temannya walau hanya setengah dari mereka. Namun ia kembali harus menghadapi dihantui oleh rasa takut jika diberi tugas dan berkumpul bersama mengakibatkan kerumunan.

“selama proses PTM berlangsung guru jadi lebih sering ngasih tugas kelompok. Bingung juga mengerjakan nya bagaimana karena masih dihantui pandemi mau mengerjakan bareng bareng dari rumah ke rumah tidak bisa,tapi guru tetap kasih tugas kelompok,jadi agak susah juga.. Kalau online sih ga ada kelompok kelompok gitu tugas nya lebih individu.” kata gadis berumur 17 tahun itu.

Berbeda dengan Sasa yang cukup senang dengan proses PTM ini berlangsung. Baginya, ini adalah sebuah kesempatan bagi dirinya untuk lebih fokus pelajaran ketimbang pembelajaran daring. “ Kalau offline mah enak, gak ngantuk,”.

Untuk protokol kesehatan sendiri, mereka mengaku bahwa sangat ketat. Selain mencuci tangan, pemeriksaan suhu, dan disediakan handsanitizer mereka juga dilarang keras untuk membuka masker kecuali sedang istirahat makan siang.

Penulis: Icha
Editor: Bambang

Baca Juga