Vaksin Berbayar Tidak Etis dan Tidak Sesuai Prinsip Keadilan
satunusantaranews, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah mengubah pelaksanaan vaksinasi Covid-19 menjadi Vaksin Berbayar atau gotong royong mulai Senin, 11 Juli 2021. Vaksinasi berbayar ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI No. HK.01.07/MENKES/4643/2021 tentang Penetapan Besaran Harga Pembelian Vaksin Produksi Sinopharm Melalui Penunjukan PT Bio Farma (Persero) dalam Pelaksanaan Pengadaan Vaksin Covid-19 dan Tarif Maksimal Pelayanan untuk Pelaksanaan Vaksin Gotong Royong.
Wakil Ketua Komite II DPD RI, Hasan Basri menilai dengan diterapkannya Keputusan Menteri Kesehatan, telah merampas hak rakyat sesuai dengan prinsip kesetaraan dan keadilan. Dengan adanya keputusan yang dikeluarkan, negara semakin kacau. Sama saja merampas hak rakyat.
"Mengubah pelaksanaan vaksinasi Covid-19 menjadi vaksin berbayar merupakan pelanggaran terhadap Sila ke-5 Pancasila, Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 34 ayat (3) UUD NRI 1945 mengenai jaminan kesehatan dan prinsip keadilan” tegas Hasan Basri (11/7).
Hasan Basri, meminta kepada pemerintah untuk menghentikan aturan vaksin gotong royong berbayar untuk individu dan perorangan. Menurutnya, jika vaksin berbayar tatap diterapkan seharusnya benar-benar menggunakan skema gotong royong. Dan menilai keputusan yang ditetapkan oleh Pemerintah, sebagai bentuk kegagalan Pemerintah terhadap pelaksanaan mandat vaksinasi Covid-19 bagi seluruh rakyat.
"Keputusan yang ditetapkan oleh Pemerintah melalui Kepmenkes RI No. HK.01.07/MENKES/4643/2021 tidaklah etis, karena membisniskan vaksin Covid-19 yang merupakan public good untuk perlindungan kesehatan warganya," ujarnya.
Selama ini Pemerintah mengatakan pengadaan vaksin Covid-19 menggunakan skema pembelian oleh pemerintah dan/atau mendapatkan donasi dari negara lain (CEPI/COVAX). Artinya, uang yang digunakan oleh pemerintah untuk membeli vaksin ke produsen merupakan uang rakyat.
"Di tengah lambatnya pelaksanaan dan keterbatasan ketersediaan vaksin, seharusnya pemerintah memaksimalkan akses dan kemudahan dalam pelaksanaan vaksinasi. Sekalipun diterapkan paling tidak yang membeli wajib subsidi kepada rakyat kurang mampu, paling tidak 1:3 orang, " ujar Hasan Basri.
Keputusan vaksin gotong royong berbayar untuk perorangan ditetapkan melalui Peraturan Menteri Kesehatan No. 19 Tahun 2021 dikeluarkan pun secara diam-diam. Praktik seperti ini merupakan sebuah pelanggaran terhadap hak kesehatan masyarakat yang dilindungi oleh konstitusi.
Hal ini juga jelas sebuah bentuk kebohongan dan inkonsistensi nyata dari janji Presiden Joko Widodo yang menyatakan pada Desember 2020 lalu bahwa Vaksin Covid-19 diberikan secara “gratis untuk seluruh masyarakat”.
Terlebih lagi dalam pelaksanaan vaksinasi massal terjadi penumpukan/antrian, tidak seharusnya dijadikan alasan pemerintah untuk menjalankan vaksinasi berbayar.
"Pemerintah harus memperbaiki tata laksana ini, bukan menjadikan solusi vaksinasi berbayar sebagai alibi solusi. Sebagai penyambung aspirasi dari masyarakat, untuk Keadilan Akses Kesehatan, kami mendesak pemerintah untuk mencabut program vaksin gotong royong berbayar," tutup Hasan Basri.
Komentar