Waspada Mafia Tanah, Ungkap Kejahatan Peralihan Hak Atas Bangunan 

satunusantaranews, Jakarta - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Direktorat Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan (PSKP) memberikan peringatan serta edukasi kepada masyarakat mengenai praktik mafia tanah yang mengalihkan hak atas tanah atau bangunan dari pemilik asli.

Direktur Jenderal (Dirjen) PSKP, R.B. Agus Widjayanto mengatakan praktik-praktik mafia tanah sudah menggurita. Banyak pihak terlibat mulai dari hulu hingga ke hilir. Mereka bekerja sama dengan oknum menggugat tanah atau bangunan yang punya sertipikat dengan semacam kesepakatan di antara mereka untuk mendapatkan bagian dari tanah yang disengketakan, ujar R.B. Agus Widjayanto dalam Diskusi Pertanahan (04/05).

R.B. Agus Widjayanto juga mengatakan bahwa praktik mafia tanah lainnya ialah memprovokasi segelintir masyarakat untuk menggarap atau mengokupasi tanah-tanah yang kosong atau sedang dimanfaatkan.

“Mafia tanah bakal mengklaim bahwa segelintir orang tersebut sudah menduduki tanah dan menggarap tanah tersebut dalam jangka waktu yang lama bahkan merubah atau menggeser dan menghilangkan patok tanda batas tanah,” katanya.

Selain itu, mafia tanah juga menggunakan jasa preman untuk menguasai objek tanah, dengan cara memagarnya, lalu menggemboknya dan mendirikan suatu bangunan di atasnya ada juga yang melakukan gugatan tiada akhir, yang menimbulkan banyaknya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yang isi putusannya bertentangan satu sama lain sehingga putusan tersebut tidak dapat dieksekusi, tambah R.B. Agus Widjayanto.

Dirjen PSKP menuturkan mafia tanah marak terjadi belakangan ini. Salah satunya, kasus memberikan keterangan palsu, menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam akta otentik, pencurian, pemalsuan dan penipuan sehingga terbit peralihan hak Sertipikat Hak Milik Nomor 464/Melawai, seluas 794 m2, atas nama Suhardiman menjadi atas nama Scot DDL terletak di Kelurahan Melawai, Jakarta Selatan yang menimbulkan kerugian materiil sebesar 40,5 M.

Mengatasi hal tersebut Kementerian ATR/BPN saat ini telah melakukan kerja sama dan membangun sinergitas dengan Kepolisian Republik Indonesia dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia.

"Kita bergerak dalam melakukan penanganan kejahatan pertanahan berdasarkan kewenangan, tugas dan fungsi masing-masing instansi dengan cara mengumpulkan informasi yang bersumber dari pengaduan masyarakat pada Kementerian, Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Kejaksaan Agung Republik Indonesia tentang adanya kejahatan pertanahan," ungkapnya.

Lebih lanjut R.B Agus Widjayanto menuturkan dalam penanganan pengaduan masalah pertanahan dilakukan sesuai kewenangan, baik itu di Kantor Pertanahan, Kantor Wilayah BPN Provinsi ataupun di Kementerian ATR/BPN. Namun, apabila menjadi perhatian publik dan menjadi permasalahan nasional dan daerah tidak dapat menangani akan dilaporkan dan ditangani oleh Kementerian ATR/BPN.

"Semua proses penanganan selalu melalui satu proses penelitian dan pengkajian dan apabila kami lihat dari penelitian dan pengkajian tersebut ternyata pengaduan atau yang dituntut itu tidak punya dasar tentu harus kami tolak atau ini menyangkut masalah sosial harus kami mediasi," tuturnya.

Terkait dengan layanan pengaduan kejahatan pertanahan sama halnya dengan pengaduan kasus pertanahan. Adapun pengaduan yang disampaikan harus memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 21 Tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan.

“Bagi masyarakat yang ingin mengadukan segala tindak kasus pertanahan harus memenuhi persyaratan yang ada, seperti identitas atau legalitas pengadu, fotokopi data pendukung atau bukti penguasaan atau kepemilikan tanah pengadu, fotokopi data pendukung lainnya atas tanah objek sengketa atau konflik dan memberikan uraian singkat kronologis kasus," tutupnya.

Penulis: Gaun V/ RE/ TA
Editor: Suharsono
Photographer: Detik finance

Baca Juga