Wow Pria Ini Kok Pakai Baju Layaknya Wanita Demi Pekerjaan, Kok Gitu?
satunusantaranews, Jakarta - Mungkin jika kita dihadapkan sebuah kasus dimana melihat seorang pria berpakaian layaknya wanita, akan membuat kita kebingungan. Bahkan parahnya beberapa orang akan menghakimi jika perbuatan tersebut tidak sesuai dengan normalnya pria. Peristiwa ini juga bisa dikenal dengan istilah cross dressing.
Walaupun semua hal dan juga pengetahuan serba serbi seksual bisa dicari di internet, rasanya akan tidak sebanding dengan mendengar dari tangan pertama. Namun, sebelum kita masuk ke cerita teman minca akan lebih baik jika kita kulik terlebih dahulu apa sih cross dressing ini? Bagaimana sejarah awalnya?
Riwayat cross dressing sudah lama ada di dalam catatan sejarah, walaupun bisa terjadi kepada kedua belah jenis tetapi yang lebih sering menjadi sorotan bila dilakukan oleh pria. Seperti Emperor Nero dan Elagabus dari kerajaan Romawi, atau Edward Hyde yang merupakan Gubernur Jendral negara bagian New York dan New Jersey, dahulu kala.
Bahkan hal ini juga terjadi pada tokoh dalam mythology seperti Thor, Hercules dan Achilles pernah dipakaikan pakaian wanita untuk mengelabui musuh, menjadi budak atau supaya tidak dipilih menjadi tentara. Sedang dalam cerita mahabharata, demi menjaga rahasia para Pandawa, Arjuna pernah menyamar menjadi guru tari wanita dan Khrisna juga sering bertukar pakaian dengan Radha.
Melihat dari beberapa postingan di social media mengenai cross dressing ini, salah satunya berita tentang seorang pria yang tinggal di negara Jerman yang gemar memakai pakaian wanita. Dia mengaku normal secara seksual dengan mempunyai istri dan 3 anak, dan telah tahunan mengenakan busana wanita saat bekerja dan juga dalam kehidupan kesehari-harian. Dia suka mengenakan rok span serta gemar mengenakan sepatu perempuan berhak tinggi dan dari cara duduknya juga sudah terlihat feminim sekali.
Menurut Psikolog, cross dressing merupakan aksi mengenakan pakaian yang tidak sesuai dengan jenis kelamin bawaan lahir. Hal ini adalah salah satu jenis perilaku yang menyimpang.
"Perilaku ini kalau dalam istilah medis dikenal dengan sebutan transvetisisme yakni perilaku yang sering kali dianggap sebagai suatu penyimpangan yang merupakan gangguan kejiwaan karena adanya keinginan dari seorang pria atau wanita yang mengenakan pakaian yang biasa dikenakan oleh jenis kelamin sebaliknya," kata psikolog klinis dari RSUD Wangaya, Denpasar, Bali, Nena Mawar Sari, belum lama ini.
Biasanya, kata Nena, perilaku transvetisisme berawal dari riwayat seseorang merasa tidak nyaman dengan identitas seksual yang dia miliki. Latar belakangnya biasanya akibat adanya trauma di masa lalu.
"Bisa jadi dia dulu mengalami pelecehan seksual sehingga dia merasa kalau memakai baju sebaliknya dia akan merasa nyaman," katanya.
Eits, jangan salah tanggap terlebih dahulu loh…Istilah cross-dressing tak sama dengan kondisi transgender. Seseorang yang melakukan cross-dressing disebut Nena bisa saja memiliki tujuan beragam, mulai dari penyamaran untuk melakukan tindakan kriminal, hiburan, atau ekspresi diri hingga mendapat kepuasan seksual atau bahkan hanya sekedar untuk pekerjaan.
Hal ini sama dengan salah satu kejadian yang terjadi oleh temannya teman minca nih SNNears. Namanya Steffanie. Steffie, yang secara normal adalah seorang laki-laki tetapi dia mencari nafkah dengan cara menjadi perempuan. Dari photo-photo yang dia tunjukkan ketika berdandan, memang terlihat cukup cantik loh… walaupun bukan sekelas bidadari yang turun dari khayangan.
Tarif biaya untuk bisa berkencan dengan kelompok seperti Steffie tergolong mahal dan melebihi dari pekerja wanita yang asli. Menurutnya merupakan sesuatu yang wajar karena mereka memerlukan biaya yang lebih banyak untuk mempercantik diri. Bulu-bulu tubuh bukan cuma dikerok dengan pisau cukur biasa tetapi harus diwax secara rutin terutama di daerah sekitar pakaian bikini.
Tentu saja hal ini berbeda dengan pekerja seksual komersial wanita mungkin tidak perlu persiapan yang banyak karena memang sudah alami, tetapi Steffie mengaku harus dandan paling tidak selama 3 jam supaya bisa tampil sesuai dengan ekspektasi.
Bagi Steffie sendiri, itu hanya sebuah bentuk pekerjaan yang menurutnya lumayan mudah untuk dijalani dengan memberikan hasil keuangan yang maksimal. Bahkan jika ditanya dia adalah pria yang normal seperti pria pada umumnya.
Menjadi cross dresser tidak dianggap sebagai suatu kelainan sehingga biasanya tidak diperlukan pengobatan. Namun, beberapa cross dresser mungkin perlu melakukan terapi atas dorongan orang lain (orangtua, pasangan, dan keluarga) atau karena keinginan sendiri.
Kondisi ini dapat dianggap gangguan mental dan membutuhkan terapi hanya jika menyebabkan pelakunya merasa tertekan atau mengalami masalah dalam menjalani fungsi kehidupan sehari-hari, termasuk jika perilaku tersebut mengarah pada hal yang dapat menyebabkan cedera, kehilangan pekerjaan, atau melawan hukum.
Komentar