Yayasan Tri Sakti Berjuang Mempertahankan Hak | Aset-Aset Direbut Paksa Kemndiknas

Satunusantaranews-Jakarta, Pemerintah ambilalih dengan paksa aset-aset milik Yayasan Trisakti dengan cara-cara melawan hukum. Inilah lonceng kematian bagi perguruan tinggi swasta dan partisipasi masyarakat pada dunia pendidikan di tanah air.

Prof Dr Anak Agung Gde Agung, Ketua Dewan Pembina Yayasan Trisakti, pagi kemarin, terlihat biasa-biasa saja. Namun, dari pernyataan-pernyataannya, sangat terang menunjukkan kekecewaan, kesedihan sekaligus kemarahan atas persoalan yang menimpa Yayasan Trisakti.

Bagaimana tidak, Yayasan Trisakti yang telah mengabdi kepada nusa dan bangsa lebih dari lima dasawarsa, sekarang ini sepertinya dapat begitu saja dihapus eksistensinya oleh pemerintah dengan cara-cara yang melawan hukum.

“Ini lonceng kematian bagi perguruan-perguruan tinggi swasta di tanah air. Selain juga memperlihatkan ketidakpastian hukum di negeri tercinta kita ini,” lantang Anak Agung Gde Agung dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (31/5) pagi.

Didampingi pembina Yayasan Trisakti lainnya, yakni Prof DR Aswanto SH MSi, Prof Dr Azril Azahari, Anya Robertson, serta kuasa hukum Yayasan Trisakti R. Nugraha Brata Kusuma SH, Anak Agung Gde Agung secara rinci memaparkan ulah pemerintah yang mengambilalih Yayasan Trisakti dengan cara-cara melawan hukum tersebut.

“Saat ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) sedang mempersiapkan memberlakukan PTN-BH (Perguruan Tinggi Negeri berbentuk Badan Hukum) terhadap Yayasan Trisakti, dengan tujuan mengambilalih Yayasan Trisakti dan seluruh asetnya untuk dijadikan perguruan tinggi negeri. Ini tindakan melawan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional dan UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang mengakui adanya perguruan tinggi swasta dan PTN masing-masing dengan kewenangannya sendiri,” jelasnya.

Tak berhenti di situ, menurut Gde Agung, tindakan pemerintah juga bertentangan dengan pengakuan Direktur Kelembagaan Dikti, Lukman ST, yang menyatakan bahwa syarat suatu PTS dijadikan PTN adalah kesediaan, keberminatan, dan kebutuhan PTS yang bersangkutan. Karena, ketiga persyaratan tersebut sama sekali tidak berlaku dalam hal Yayasan Trisakti.

“Yayasan Trisakti dan perguruan-perguruan tingginya menyatakan dengan tegas, tidak bersedia, tidak berminat dan tidak membutuhkan bantuan pemerintah. Sejak berdirinya Yayasan Trisakti dan perguruan-perguruan tingginya sudah tegap mandiri dengan kualitas tinggi memenangkan berbagai rating utama dari pemerintah,” papar Gde Agung

Kuasa Hukum yayasan Tri Sakti

Apa yang dinyatakan Ketua Dewan Pembina Ketua Yayasan Trisakti ditegaskan pula oleh kuasa hukum Nugraha Brata Kusuma. Ia katakan, secara hukum tidak ada aturan PTS berubah menjadi PTN-BH. Yang ada PTN berubah ke PTN-BH. “Jadi, tanpa kita tolak pun, sesungguhnya tidak bisa PTS berubah menjadi PTN-BH,” ujarnya.

Nugraha menambahkan, cara-cara pemerintah mengambilalih Yayasan Trisakti dengan melawan hukum, juga dilakukan menguasai dan mengubah semua data dan informasi tentang Yayasan Trisakti. Google map sampai domain milik kami tiba-tiba hilang, tapi kemudian telah berubah menjadi milik mereka.

” Jadi, selain tindakan melawan hukum, mereka juga melakukan framing berita. Ini preseden sangat buruk. Sehingga, apabila pemerintah sekarang ini berhasil mengambilalih, maka kedepannya nanti mereka juga akan dapat mengambil UPH, Unika Atma Jaya, Binus, dan kampus swasta lainnya. Mereka dapat seenaknya mengambil karena sudah ada preseden buruk,” jelasnya.

Kronologis Berbagai Cara dengan Melawan Hukum

Pengambilalihan Yayasan Trisakti dan aset-asetnya, bukan pertama kali dilakukan oknum pemerintah, tapi berulangkali. Dimulai sejak 1998 ketika Universitas Trisakti diambil-alih secara tidak sah oleh Rektor Thoby Mutis.

Dari situ, pemerintah tidak henti-hentinya melakukan berbagai rentetan usaha untuk mengambilalih Yayasan Trisakti. Tercatat, pertama kali tahun 2011, hanya berdasarkan laporan yang tidak benar dari Wakil Rektor yang termohon eksekusi, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) memblokir Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) Yayasan Trisakti.

Pemblokiran SABH tersebut praktis melumpuhkan operasi Yayasan, karena tanpa SABH, yayasan tidak dapat melakukan tindakan-tindakan hukum seperti mengangkat pejabat perguruan tinggi, membuat kurikulum baru, bahkan membuka rekening bank.

“Pemblokiran SABH Yayasan Trisakti masih berlaku sampai sekarang walaupun Menristek Dikti waktu itu menulis surat ke Kemenkumham menyatakan bahwa kementeriannya tidak pernah minta SABH Yayasan Trisakti diblokir,” jelas Gde Agung seraya menambahkan, setelah itu Kemenkumham getol minta secara resmi melalui suratnya AHU.AH.03.04-17, tertanggal 24 Juni 2011, agar Yayasan Trisakti menyerahkan tanah-tanah di mana berdiri Kampus Universitas Trisakti.

“Kata mereka, tanah-tanah tersebut adalah milik negara. Padahal, sudah ada surat Keputusan Mendikbud No 0281/U/1979, yang menyerahkan tanah-tanah milik ex Yayasan Baperki yang tersangkut G-30 S kepada Yayasan Trisakti,” jelasnya.

Selain itu, juga sudah ada berbagai putusan kasasi, yakni Kasasi No 2581.K/Pdt/2006 dan Kasasi No 2089.K/Pdt/2003 serta peninjauan kembali (PK) No 172.PK/Pdt/2011 Mahkamah Agung yang intinya memutuskan tetap (inkracht) bahwa Yayasan Trisakti adalah sah penyelenggara Universitas Trisakti dan pemilik semua asetnya.

Tapi, mengherankannya, tahun 2017 secara tiba-tiba muncul Putusan PK Mahkamah Agung yang bertentangan dengan semua putusan-putusan kasasi dan PK MA sebelumnya, sehingga tanah kampus Trisakti diambil-alih dan disertifikatkan atas nama Kemendikbudristek.

Cara-cara dengan melawan hukum terus berlanjut. Mendikbudristek pada 25 Agustus 2022, mengeluarkan Kepmen No 330/P/2022 yang mengangkat 9 pejabat pemerintah aktif menjadi anggota Pembina Yayasan Trisakti.

Pengangkatan 9 pejabat itu bertentangan total dengan UU No 16 Tahun 2001 jo UU No 28 Tahun 2004 tentang Yayasan yang jelas menyatakan, bahwa ‘yang dapat diangkat menjadi anggota Pembina adalah orang perseorangan … berdasarkan keputusan rapat anggota Pembina’, dan bukan oleh Keputusan Menteri.

Mendikbudristek juga mengeluarkan surat Perintah No 1212/E.E1/Kp.08.00/2022 yang mengangkat dan menentukan tugas-tugas pejabat perguruan-perguruan tinggi Trisakti. Ini bertentangan dengan UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang mengakui PTS memiliki kewenangan sendiri, berbeda dengan PTN.

Gde Agung menegaskan, Yayasan Trisakti tidak tinggal diam untuk hal itu. Yayasan Trisakti menggugat Kepmen No 330/P/2022 melalui PTUN. Hasilnya, Yayasan Trisakti menang dengan putusan No 407/G/2022/PTUN.JKT tanggal 16 Mei 2023.
Kemendikbudristek lalu naik banding. Hasilnya, lagi-lagi dimenangkan Yayasan Trisakti.

Tapi, kemudian, Kemendikbudristek bukan saja tidak mengindahkan putusan tersebut, mereka malah membuat statuta baru Universitas Trisakti dan segera berkantor di Kampus Universitas Trisakti. “Hakim yang memutus PTUN dipindah ke Palu,” ungkap Gde Agung.

Tak berhenti di situ, pada 10 Februari 2023, Kemendikbudristek mengeluarkan Akta No 03 yang dibuat Notaris Andi Sona Ramadhini SH, membentuk ‘Yayasan Trisakti” versi pemerintah berikut sususan kepengurusannya yang didasari Kepmen No 330/P/2022, yang lagi-lagi melanggar UU No 16 Tahun 2001 jo UU No 28 Tahun 2004, dan juga sudah dinyatakan tidak sah oleh putusan PTUN dan PT TUN.

Parahnya, setelah Akta No 03, Kemenkumham mengeluarkan surat no AHU-AH.01.06-0009012 yang memberi pengakuan atas Akta No 03, dengan memberikan SABH kepada ‘Yayasan Trisakti’ versi pemerintah yang selama ini diblokir untuk Yayasan Trisakti yang sah. Dan, untuk menguatkan semua itu, Mendikbudristek mengeluarkan Kepmen No 522/E/O/2023 yang tanpa dasar hukum mengesahkan pembentukan ‘Yayasan Trisakti’ tersebut berikut susunan kepengurusannya.

Prof DR Aswanto SH MSi, salah satu pembina Yayasan Trisakti yang sah, dalam konferensi ini pun mengatakan, sangat tidak logis Universitas Trisakti yang merupakan PTS begitu maju, begitu berkembang, mau diambil pemerintah.

“Sangat tidak logis. Apalagi kalau melihat PTN di daerah banyak yang terseok-seok. Kenapa pemerintah tidak urus PTN itu saja. Kenapa malah mau mengambil PTS yang sudah maju, berkembang dan mampu membiayai dirinya sendiri. Jadi, tidak salah kalau masyarakat berpikir, jangan-jangan pemerintah memang mau menguasai dan mengambil aset Yayasan Trisakti,” tuturnya.

Penulis:

Baca Juga