Mediasi Gagal, Sidang Gugatan Andri Berlanjut, Kemenkeu dan Bank Indonesia Terus Berseteru

Jakarta, satunusantaranews.co.id – Sidang mediasi gugatan Rp11 triliun oleh Andri Tedjadharma terhadap Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (3/7) kemarin, berakhir gagal. Akibatnya, sidang perkara nomor 171/Pdt.G/2024/PN.JKT.PUS akan dilanjutkan ke pokok perkara.

I Made Parwata SH, kuasa hukum penggugat, mengatakan bahwa kedua pihak tetap agresif pada pendirian masing-masing, sehingga mediasi gagal. "Mediator akan menindaklanjuti proses persidangan berikutnya dengan pemberitahuan resmi," ujarnya.

Mengenai lahan seluas 452 hektar yang menjadi jaminan Bank Centris dalam penjualan janji ke Bank Indonesia, I Made Parwata mengungkapkan bahwa Bank Indonesia telah menyerahkan lahan tersebut kepada BPPN dalam proses pengalihan hak tagih. Sedangkan Kementerian Keuangan melalui KPKNL menyatakan tidak ada jaminan lahan seluas 452 hektar. Sehingga muncul pertanyaan, ke mana jaminan lahan itu? Di mana sertifikatnya?

"Pertanyaan itu belum terjawab. Meski demikian, KPKNL terus menagih dan menyita aset pribadi Andri Tedjadharma. Itu tidak boleh," jelas Parwata.

Sementara di kantornya di bilangan Meruya, Andri Tedjadharma mengatakan, sejak terbentuknya Satgas BLBI, KPKNL dinilai bertindak sembarangan. Sebab, di tengah proses gugatan BPPN terhadap Bank Centris yang masih berlangsung di Mahkamah Agung, PUPN dan KPKNL secara arogan memvonis Andri Tedjadharma sebagai penanggung utang negara. "PUPN dan KPKNL tidak menghargai Mahkamah Agung. Kasasi belum putus, tetapi mereka membuat putusan bahwa saya punya utang," ujar Andri.

Itulah mengapa Andri Tedjadharma kemudian menggugat ke PTUN dan menang. Alhasil, PTUN memerintahkan PUPN dan KPKNL untuk membatalkan penetapan jumlah utang dan paksa bayar terhadap Andri. Putusan ini diperkuat oleh PT TUN dan masih berlanjut di Mahkamah Agung.

Menanggap mediasi yang gagal, Andri mengatakan bahwa ini akan membuka siapa yang menggelapkan lahan seluas 452 hektar dan siapa yang berbuat zalim. "Jika Kemenkeu menerima lahan seluas 452 hektar, mereka salah mengelola dan menyita aset pribadi saya. Jika tidak, Undang-Undang 39 akan batal demi hukum, dan mereka mengelola serta menyita tanpa dasar," ungkapnya.

Penulis:

Baca Juga