Dampak Ekonomi Akibat COVID-19 Sangat Buruk, Pemulihan Ekonomi Lambat, Krisis Bertahan Lama

satunusantaranews - Jakarta, Dampak ekonomi akibat pandemi COVID-19 sangat buruk sekali. Pemulihan ekonomi akan lambat dan krisis akan bertahan lama.

Kondisi ini berpengaruh pada golongan masyarakat yang paling rentan, tegas Ketua MPR Bambang Soesatyo dalam pengantar Sidang Tahunan MPR di Gedung Nusantara, Komplek Parlemen, Jakarta, Jumat (14/8/2020).

Pandemi COVID-19 tidak hanya berdampak terhadap kesehatan masyarakat maupun pendidikan, tetapi juga bidang ekonomi. Periode Maret sampai pertengahan bulan Agustus 2020 ini menjadi fase terberat bagi perekonomian Indonesia.

"Sementara itu, Badan Pusat Statistik merilis angka pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II-2020 minus 5,32 persen dibanding triwulan II-2019," kata Bamsoet.

Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden K.H. Ma'ruf Amin menghadiri secara fisik Sidang Tahunan MPR ini.

Disamping Ketua DPR Puan Maharani, Ketua DPD La Nyalla Mattaliti, para Wakil Ketua MPR, para Wakil Ketua DPR, dan para Wakil Ketua DPD, serta pimpinan lembaga negara, dan sebanyak 161 anggota MPR. Sidang Tahunan diikuti 274 anggota MPR secara virtual.

Dan jika dampak ekonomi akibat pandemi COVID-19 ini tidak segera diatasi maka efek domino resesi ekonomi akan menyebar ke berbagai sektor, ujar Bamsoet.

Mulai dari macetnya kredit perbankan hingga lonjakan inflasi yang sulit dikendalikan atau sebaliknya deflasi yang tajam karena perekonomian tidak bergerak. Neraca perdagangan menjadi minus yang berimbas langsung pada cadangan devisa.

"Dampak resesi terhadap negara adalah meningkatnya pengangguran, anjloknya pendapatan, meningkatnya angka kemiskinan, merosotnya harga aset seperti pasar saham atau properti, melebarnya angka ketimpangan."

Tingginya utang pemerintah bersamaan dengan penerimaan pajak yang anjlok, serta produksi yang hilang secara permanen, dan bisnis gulung tikar," papar Bamsoet.

"Pimpinan dan anggota MPR memberikan dukungan kepada pemerintah untuk mensinergikan kebijakan pemulihan ekonomi dan penanganan COVID-19," ujarnya.

Begitu pun keputusan pemerintah membentuk Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional sangat tepat. Mengingat persoalan ekonomi dan kesehatan tidak dapat dipisahkan dengan penanganan COVID-19.

"Oleh karena itu, perlu ada keseimbangan penyelesaian persoalan kesehatan dan sekaligus perekonomian. Tentu dengan catatan, bahwa kesehatan tetap menjadi prioritas karena dengan sehat, persoalan ekonomi menjadi lebih mudah penanganannya," imbuhnya.

Dan pemerintah telah melakukan langkah-langkah konkrit mendorong peningkatkan ekonomi sektor riil seperti, memberikan kemudahan permodalan bagi pelaku usaha baik kecil maupun besar.

Hal tersebut dapat menahan laju penurunan ekonomi dengan meningkatkan penyaluran bantuan sosial dan stimulus bagi dunia usaha.

Ia mendorong pemerintah melakukan pemulihan ekonomi dan mencegah terjadinya resesi, khususnya restrukturisasi kredit padat karya, penjaminan modal kerja, dan belanja pemerintahan daerah, ungkapnya.

Bamsoet tak lupa mengingatkan sinyalemen FAO mengenai ancaman krisis pangan akibat pandemi COVID-19. Saat ini setiap negara merancang politik pangan untuk kepentingan domestiknya.

Oleh karenanya, Pimpinan MPR perlu mengingatkan bahwa produksi dalam negeri akan menjadi tumpuan utama bagi kita saat ini.

"Fasilitas produksi, seperti mesin dan peralatan pertanian, subsidi pupuk dan benih, serta fasilitas pendukung produksi lainnya, perlu menjadi prioritas bagi peningkatan produksi dalam negeri," katanya.

Pengalaman sejumlah negara menjadi pelajaran penting. Tidak sedikit negara yang lebih mengutamakan penanganan kesehatan pada akhirnya menghadapi persoalan ekonomi yang kompleks, bahkan sampai terjadi resesi, tutupnya.

Penulis: Bambang P
Photographer: MPR RI
Sumber: MPR RI

Baca Juga